Banyak orang beranggapan bahwa dalam sebuah pembicaraan, kita harus
menggunakan etika untuk menghargai dan menghormati lawan bicara. Ada
sebuah teori yang mendefinisikan etika sebagai, “sebuah cabang ilmu
filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma, moral yang menentukan
perilaku manusia dalam hidupnya”. Dalam teori ini, etika memiliki 3
tujuan, yaitu:
· Membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggung jawabkan
· Membantu manusia mengambil sikap dan tindakan secara tepat dalam hidup ini
· Tujuan akhir untuk menciptakan kebahagiaan.
Terlepas setuju atau tidaknya kita dengan teori diatas, namun ada hal
yang bisa kita sepakati bahwa etika berhubungan dengan moral,”sistem tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.”
Persoalan etika yang potensial selalu melekat dalam setiap bentuk
komunikasi antar pribadi sehingga komunikasi dapat dinilai dalam dimensi
benar-salah, melibatkan pengaruh yang berarti terhadap manusia lain,
sehingga komunikator secara sadar memilih tujuan-tujuan tertentu yang
ingin dicapai dan cara-cara komunikasi guna mencapai tujuan tersebut.
Apakah seorang komunikator bertujuan menyampaikan informasi,
meningkatkan pemahaman seseorang, memudahkan keputusan yang bebas pada
orang lain, menawarkan nilai-nilai yang penting, memperlihatkan
eksistensi dan relevansi suatu persoalan sosial, memberikan sebuah
jawaban atau program aksi atau memicu pertikaian—persoalan etika yang
potensial terpadu dalam upaya-upaya simbolik sang komunikator.
Demikianlah keadaannya pada sebagian besar komunikasi pribadi, baik
komunikasi antara 2 orang, dalam kelompok kecil, dalam retorika gerakan
sosial maupun dalam hubungan masyarakat.
Bahkan muncul ungkapan bahwa manusia adalah satu-satunya hewan” yang
secara harfiah dapat disebut memiliki nilai”. Lebih khusus lagi,
barangkali esensi tertinggi manusia adalah homo ethicus, manusia adalah
pembuat penilaian etika. Tetapi muncul pertanyaan, mengapa mempersoalkan
etika dalam komunikasi antar pribadi? Jelas, dengan menghindari
pembicaraan mengenai etika dalam komunikasi, orang akan bersandar pada
berbagai macam pembenaran: (1) setiap orang tahu bahwa teknik komunikasi
tertentu adalah tidak etis jadi tidak perlu dibahas; (2) karena yang
penting dalam komunikasi hanyalah masalah kesuksesan maka masalah etika
tidak relevan; (3) penilaian etika hanyalah masalah penilaian individu
secara pribadi sehingga tak ada jawaban pasti; dan (4) menilai etika
orang lain itu menunjukkan keangkuhan atau bahkan tidak sopan.
Secara potensial timbul ketegangan antara ” kenyataan” dan
“keharusan”, antara yang aktual dan yang ideal. Mungkin terdapat
ketegangan antara apa yang dilakukan setiap orang dengan apa yang
menurut kita harus dilakukan oleh orang tersebut. Mungkin terdapat
konflik antara komunikasi yang kita pandang berhasil dan penilaian
teknik tersebut tidak boleh digunakan karena cacat menurut etika. Kita
mungkin terlalu menekankan pemahaman tentang sifat dan efektivitas
teknik, proses dan metode komunikasi dengan mengorbankan perhatian pada
masalah etika tentang penggunaan teknik-teknik seperti itu. Kita harus
menguji bukan hanya bagaimana, melainkan juga apakah kita secara etis harus
, memakai berbagai macam metode dan pendekatan. Masalah “apakah”, jelas
bukan hanya penyesuaian khalayak, melainkan maslah etika. Kita boleh
merasa bahwa tujuan-tujuan etika itu tidak dapat dicapai secara nyata
sehingga tidak banyak manfaatnya.
Bagaimana para peserta dalam sebuah transaksi komunikasi pribadi
menilai etika dari komunikasi itu, atau bagaimana para pengamat luar
menilai etikanya, akan berbeda-beda tergantung pada standar etika yang
mereka gunakan. Sebagian diantara bahkan mungkin akan memilih untuk
tidak mempertimbangkan etika. Namun demikian, masalah etika yang
potensial tetap ada meskipun tidak terpecahkan atau tidak terjawab.
Apakah seorang komunikator menginginkan penilaian etika atau tidak?
Komunikan umumnya akan menilai, secara resmi ataupun tidak resmi, upaya
komunikator berdasarkan standar etika yang relevan menurut mereka. Jika
bukan karena alasan lain, selain alasan pragmatik, yakni untuk
kesempatan meningkatkan kesuksesan , komunikator perlu mempertimbangkan
kriteria etis para khalayaknya.
Dalam berbagai macam perbedaan tersebut, kita harus mampu beradaptasi dengan cepat. Nilai-nilai yang membentuk etika harus kita pahami dengan benar karena sebenarnya tidak ada komunikasi yang tidak menggunakan nilai-nilai etika di dalamnya, setiap bentuk komunikasi selalu menggunakan etika walaupun dalam kadarnya masing-masing sesuai dengan konteks, tujuan dan situasi yang ada.
Sumber : RafianJourney


0 komentar