Ada
3 (tiga) alasan yang seringkali dipakai untuk mengabsahkan terjadi
huru-hara di Kota Solo. Pertama, sentimen atas warga etnis tionghoa. Hal
ini disebabkan karena ditinjau dari sasaran huru-hara, merekalah yang
paling banyak menerima akibatnya. Kedua, kesenjangan sosial dan krisis
ekonomi. Mereka yang dalam huru-hara kemarin menjadi korban sebagian
besar adalah dari golongan kaya, seperti memiliki toko, rumah bagus,
supermarket dsb. Ketiga, aksi mahasiswa UMS dalam rangka memperingati
korban penembakan mahasiswa Trisakti. Aksi tersebut, meskipun sangat
“lokal” (baca: hanya di seputar kampus), ternyata telah dituduh sebagai
api pemicu huru-hara di Solo.
Tentu alasan-alasan tersebut sah-sah saja untuk dikemukakan sebagai
suatu catatan dan ingatan masa lalu. Tetapi, agaknya tak bisa di abaikan
bahwa huru-hara kemarin memperlihatkan sejumlah kejanggalan dalam
pola-pola dan modus operandinya. Berdasarkan kesaksian dari para saksi
mata dan korban, dapat ditelusuri dengan jelas bahwa huru-hara itu bukan
semata-mata “kebetulan” (coincidence). Dengan demikian, adalah enak dan
perlu untuk mempertimbangkan kembali ketiga alasan diatas.
Huru-Hara Kota Solo 1998: Sebuah Kronologi
Tatkala Aksi Keprihatinan Mahasiswa Universitas Muhammadyah Surakarta
(UMS) digelar pada 14 mei 1998, api huru-hara meledak dan meluluh
lantakkan Kota Solo. Barangkali mahasiswa sendiri hera dan takjub:
mengapa bisa jadi begini? Sebab ditilik dari agenda
aksi itu sendiri, pada hari itu mereka hendak mementaskan suatu aksi
keprihatinan untuk menghormati Tragedi Trisakti 12 mei 1998 dengan
lokasi aksi di kampus mereka sendiri. Untuk memahami huru-hara itu
dengan akal jernih dan nurani bening, marilah kita telusuri kronologi
peristiwa tersebut.
- 14 mei 1998
Pukul 09.00
Massa aksi sudah
berkerumun di traffic light dekat kampus UMS. Tak lama kemudian aparat
keamanan memasang 4 buah berikade kawat berduri persi di depan massa
aksi dan dijaga oleh barisan brimob dan kostrad. Lebih jauh lagi, aparat
juga mulai membubarkan kerumunan massa di halte bus dan depan Toko
“Alfa” sembari melakukan biokade jalur kendaraan kearah Kota Solo (dari
arah barat) namun jalur kearah timur tetap dibuka. Penjagaan aparat juga
disiagakan disebelah utara UMS, dekat pondok Assalam; sebelah timur
“Alfa”; depan Rumah Sakit Islam Surakarta dan sebelah barat GOR Pabelan.
Maka boleh dikatakan penjagaan-penjagaan tersebut memang mengepung
massa aksi di kampus UMS. Karena massa mahasiswa dari ATMI dan massa
rakyat sekitar kampus (terutama dari Desa Gonilan) tidak bisa masuk ke
lokasi aksi (dengan sangat terpaksa mereka mencari “jalan tikus” meski
harus menerabas sawah-sawah untuk sampai kesana). Bahkan mobil ambulance
untuk membantu tim medis dari UMS tidak diperbolehkan masuk meski sudah
dinegosiasikan oleh perangkat aksi kepada aparat.
Pukul 10.00
Aksi keprihatinan dimulai. Selama 45 menit aksi diisi dengan orasi-orasi
oleh mahasiswa dan dosen dan diselingi juga dengan pestas teater.
Karena semakin lama massa semakin padat dan mendesak-desak untuk turun
jalan, perangkat aksi (dibantu dosen-dosen) mencoba untuk melakukan
negosiasi dengan aparat (Kapolres dan Dandim) supaya diijinkan maju
hingga separuh jalan A. Yani. Negosiasi gagal dan massa aksi tidak bisa
turun jalan.
Pukul 11.00
Perangkat aksi mengajak massa untuk Sholat Ghaib. Setelah itu
diteruskan dengan orasi-orasi lagi sehingga massa semakin panas akibat
negosiasi tidak membuahkan hasil dan mereka mulai mengamuk dengan
menghujani aparat dengan batu-batu. Amuk massa itu coba diredakan dengan
tembakan gas air mata (dengan konsentrasi bahan kuat dari gas yang
pernah dipakai pada aksi sebelumnya) oleh aparat. Namun meski massa
sudah mulai tenang kembali, aparat ternyata menyemprotkan air dari
panser water cannon kearah massa aksi. Massa semakin beringas dan
merespon tindakan aparat itu dengan hujan batu. Kali ini aparat
menyambut amukan massa itu dengan tembakan peluru karet, ketapel, dan
gas air mata sehingga korban mulai bergelempangan.
Pukul 12.00
Massa aksi diajak lagi untuk sholat dhuhur. Namun aparat malah
menembakkan gas air mata ke massa aksi. Ini membangkitkan lagi amuk
massa dengan mulai membakar kotak-kotak telepon umum. Kembali aparat
menembaki dengan peluru karet, sehingga membubarkan massa aksi dan
membuahkan korban-korban lagi. Dengan seng sebagai tameng, sebagian
massa aksi bergerak maju menyerang aparat keamanan dengan batu sedang
yang lain mundur menyerang aparat di bagian belakang (dekat pondok
Assala, utara UMS). Melihat itu semua, tim medis (PMI dan KSR) mulai
bergerak untuk mengevakuasi para korban dan melarikan mereka ke Rumah
Sakit Islam.
Pukul 12.30
Massa di luar aksi (Barat dan Timur) terbakar juga secara emosional
lantaran menyaksikan kebiadaban di depan mata mereka. Namun aparat lebih
dulu menghalau mereka agar pergi dari sana, sehingga mereka pun
bergerak: massa di sisi barat kearah Kartosuro dan di sisi timur ke arah
Kota Solo. Sementara itu, di lokasi aksi perang antara massa aksi dan
aparat terus berlangsung sampai pukul 16.00 [Budi (mahasiswa UMS)
mencoba negosiasi dengan aparat, namun tiba-tiba dari arah mahasiswa ada
lemparan batu ke arah aparat sehingga ia ditarik, ditembak, dan dipukul
oleh aparat].
Pukul 12.45
Massa diluar lokasi aksi mulai melakukan perusakan dan pembakaran.
Mereka juga memblokade jalan-jalan dengan membakar ban-ban dan
barang-barang di toko terdekat.
Pukul 13.00
Massa semakin bergerak masuk ke pusat kota sembari melakukan aksi-aksi
anarkis. Dari barat tiba-tiba muncul kembali ribuan massa dan di depan
Makorem sempat ditahan oleh aparat di bawah jembatan penyeberangan
Kerten. Tak lama
kemudian mereka bergerak lagi ke arah timur (Kota Solo) dan utara
(Perumahan Jajar). Sementara di kampus UNS, keluarga mahasiswa membentuk
aksi dalam bentuk sholat Ghaib untuk menghormati para pahlawan
reformasi akibat tewas ditembak apara dalam Tragedi Berdarah Trisakti 12
Mei 1998.
Pukul 14.00
Kerumunan massa di tepi-tepi jalan mulai turun jalan dan bergabung juga
dengan barisan massa dari barat. Lantaran toko-toko di sepanjang Jalan
Slamet Riyadi sudah rusak, massa mulai melakukan penjarahan dan
pembakaran sehingga merembet dengan cepat di Kota Solo.
Pukul 15.00
Gerakan massa ke arah kartosuro pun mulai melakukan perusakan dan pembakaran terhadap toko-toko, bank, dealer mobil dan sepeda motor, bangunan mewah, pos polisi dll.
Pukul 16.00
Massa di Solo baru (sukoharjo) juga bergerak serupa dengan target
sasaran terutama gedung bioskop Atrium, dealer mobil dan sepeda motor
dan tak luput rumah pribadi ketua MPR/DPR RI H. Harmoko.
Pukul 17.00
Api huru-hara terus menjalar serentak di sudut kota dan tak mampu
dicegah oleh siapa pun termasuk aparat keamanan. Menurut seorang saksi
mata, target huru-hara diseluruh penjuru kota adalah Anti China dan
Aparat. Sementara aksi di UMS dibubarkan dan massa aksi ditarik semua ke
arah kampus.
Pukul 20.00
Radio memberitakan pemberlakuan jam malam di Kota Solo mulai pukul 22.00.
Sumber: Kesaksian Dari Para Saksi Mata dan Korban, 14-16 Mei 1998
- B. 15 Mei 1998
Huru-hara di Kota Solo ini semakin meluas ke setiap sudut kota (bahkan
ke kota-kota terdekat) dengan modus utama pembakaran dan penjarahan.
Pukul 04.00
Massa membakar dan menjarah Pusat Perbelanjaan Matahari Beteng. Bahkan
mereka mulai memasuki kampung-kampung untuk mencari rumah dan toko milik
warga etnis China. Ini membuat warga kampung di seluruh kota harus
siaga satu dengan membuat berikade-berikade di setiap mulut jalan masuk
ke kampung masing-masing.
Pukul 09.00
Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat (SMPR) di UNS menggelar aksi
keprihatinan untuk memperingati arwah 6 mahasiswa Trisakti (Jakarta)
akibat ditembak aparat. Di tempat lain, konvoi 30 kendaraan bermotor
melintas di depan PT Lokananta menuju Jalan Slamet Riyadi dan berbelok
ke arah barat.
Pukul 11.00
SMPR dengan ribuan massa turun jalan dan minta bertemu dengan WaliKota
Solo. Setelah diterima dan dialog, massa mahasiswa pulang ke UNS tanpa
membuat kerusuhan.
Pukul 13.00
Huru-hara semakin menjalar kemana-mana sehingga mengganggu ketentraman
dan keseimbangan hidup sehari-hari di kota ini. Sementara sejumlah
pelajar melakukan aksi jalan kaki dengan sejumlah rute Jalan Slamet
Riyadi (dihadang aparat) dan kemudia bergerak ke utara (melalui Balai
Muhammadyah) menuju Pasar Legi. Tak bisa dihindari, huru-harapun
merembet ke daerah Eks Karesidenan Surakarta seperti Delanggu, Boyolali,
dan Sukoharjo.
Pukul 16.00
Konvoi kendaraan motor muncul lagi di Jalan Yosodipuro. Mereka mengenakan ikat kepala bertuliskan People Power dan membawa bendera merah putih.
Sumber: Kesaksian Dari Para Saksi Mata dan Korban, 14-16 Mei 1998
- C. 16 Mei 1998
Aksi perusakan, pembakaran, dan penjarahan masal masih menjalar terus.
Selain itu, teror psikis juga semakin gencar ditiup ke tengah-tengah
massa rakyat, seperti isu-isu penyerangan kampung oleh orang tak
dikenal.
Pukul 09.00
Disekitar kota masyarakat terlihat lebih banyak di dalam kampung membuat
berikade penutup jalan kampung (pengamanan teritorial kampung). Massa
di pinggir jalan relatif kecil. Angkutan umum macet hanya 1-2 colt
angkutan umum kuning tetapi hanya dipakai untuk angkutan pribadi (sewa).
Antrian bensin panjang dan dijaga oleh tentara. Terdapat konsentrasi
tentara balet hijau di gapura Kleco hingga pasar Kleco sekitar 15 orang.
Lalu lintas dipadati oleh kendaraan roda dua.
Pukul 11.00
Di Jl. Sutami terlihat patroli aparat keamanan terdiri dari 6 orang
polisi URC dengan motor trail, serta 1 panser dan 1 truk tentara menuju
Palur. Di Palur tiap toko dijaga oleh tentara. Dua truk tentara di
parkir di depan apotik sebelah jembatan penteberangan.
Pukul 14.00
Kampung di sekitar kestalan, mangkunegara, kampung baru, dan widuran
serta semua lorong jalan di blokade pada ujung jalan kampung. Orang
sulit keluar masuk, penduudk yang jaga membawa tongkat pentungan.
Pukul 15.00
Di Jl. Gajah Mada, hanya ada kendaraan roda dua dan sepeda yang lalu
lalang. Dua tiga orang bergerombol ditiap mulut jalan kampung yang di
blokade pendudukk. Polisi terlihat berjaga di perempatan seta pertigaan
jalan.
Pukul 15.45
Jalan ke arah Gading di blokade oleh orang kampung sebanyak 4 sap. Baru
saja terjadi perkelahian antara warga kampung dengan gerombolan orang
(katanya mereka adalah mahasiswa dari yogya yang di datangkan dengan
truk kemudian berjalan kaki. Cirinya: sebagian bersepatu dan bertas,
muda dan nekat) yang berjalan dari arah Grogol ke jalan Veteran melalui
Gading yang ingin merusak atau menjarah. Beberapa orang nekat masuk
sehingga terjadi kejar-kejaran dan massa pejalan kaki lari ke arah
selatan, banyak penduduk yang menonton. Disana ada dua orang bersikap
aneh yang satu bercerita dengan agresif tentang kerusuhan dan satunya
diam saja mengamati dengan cermat sesekali berkomentar (bicara dengan
temannya). Sekarang disana tertutup untuk orang asing (luar kampung)
Pukul 17.00
Bangkai tokoh Ratu Luwes di Pasar Legi masih dikais orang. Jumlah mayat
terbakar yang di temukan ratu luwes ada dua versi. Versi pertama,
ditemukan 12 mayat di lantai 1 (ada 3 perempuan dan anak kecil) dan
versi kedua mengatakan jumlah yang terbakar ada 29 orang. Penjarah
berasal dari daerah berlainan yang jauh seperti mojosongo dan Palur
(dibuktikan dengan laporan orang hilang). Menurut informasi, massa
perusak adalah mahasiswa yang telah membuat kesepakatan dengan pihak
tertentu. Siapa? Tidak tahu. Uang jarahan senilai Rp.125.000.00,-
diangkut dengan karung goni, tidak dibakar tetapi kemudian direbut orang
dan diserahkan aparat.
Pukul 19.00
Perempatan Jagalan ke arah selatan (Sekarpace) diblokir penduduk tetapi
oleh aparat disuruh membuka sebab keamanan dijamin (ada 3-6 tentara).
Sebab penjarahan yang berlangsung di hari jum’at dianggap
mencampuri oleh oknum dari luar kampung. Hingga jam 19.00 WIB masih
dilakukan upaya defensif yang berlebihan disebabkan atas trauma
penjarahan dan pembakaran hari sebelumnya. Orang luar yang ingin masuk
kampung benar-benar di larang (dengan brikade penduduk yang ketat)
bahkan dengan ancaman yen ngeyel liwat, ora urip (kalau nekat lewat, tidak selamat).
Pukul 20.00
Kampung Manahan sekitar Jalan MT. Haryono, banyak sekali orang muda siap
siaga sepanjang jalan dengan membawa berbagai jenis senjata untuk
mengantisipasi serangan pemuda dari kampung Sambeng yang hendak
menggarong (merampok) rumah/toko seorang warga etnis tionghoa. Ada dua
mobil kijang polisi berjaga-jaga dan menanyai pemuda setempat.
Sumber: Kesaksian Dari Para Saksi Mata dan Korban, 14-16 Mei 1998
Berdasarkan kronologi diatas, ada sejumlah cacatan cukup menarik atas
huru-hara itu dapat disajikan disini: (1. Ketika massa aksi mahasiswa di
kampus UMS mulai mencapai temperatus cukup panas, diluar lokasi aksi
mahasiswa itu massa juga mulai bergerak dengan mulai melakukan aksi-aksi
anarkis seperti perusakan dan pembakaran, bahkan sempat memblokade
jalan, dan terus bergerak memasuki Kota Solo. Kalau momentum ini adalah
suatu kebetulan, mengapa gerakan massa diluar lokasi aksi mahasiswa itu
seolah-olah menunggu dulu sampai suhu di lokasi aksi mahasiswa dirasakan
cukup panas untuk meledakkan api huru-hara? Mengapa pula api huru-hara
itu diledakkan pada saat dan atau setelah aksi mahasiswa di UMS, bukan
di UNS dan di UNISRI, atau kampus-kampus lain? Padahal aksi-aksi
mahasiswa di kampus-kampus tersebut, terutama di UNS, tidak kalah seru
dan panas juga? (lihat: kronologi pada pukul 12.30-12.45) 2. Selama api
huru-hara berkobar-kobar di Kota Solo, aparat keamanan kelihatan tidak
begitu aktif, bahkan antisipatif, sesuai dengan fungsi dan peran mereka
sebagai penjaga ketertiban dan keamanan. Barang kali mereka benar-benar
“terlambat”. Namun dalam artian apakah alasan itu dapat diterima oleh
akal sehat? Bukankah dalam komunitas mereka dikenal istilah siaga satu,
siaga dua, atau siaga tiga? Mengapa bisa terjadi demian? (bdk. Kronologi
hari pertama, kedua, dan ketiga) 3. Setelah api huru-hara
perlahan-lahan mulai mereda, diisukan bahwa dalam huru-haru itu adalah
mahasiswa. Jika benar demikian, siapakah “mahasiswa” itu? Mengapa pada
hari kedua huru-hara masih ada aksi mahasiswa sampai turun ke jalan
untuk menemui waliKota Solo? Bahkan pada hari pertama huru-hara pun,
mengapa aksi mahasiswa di UMS baru di bubarkan sore hari, sementara api
huru-hara semakin menjalar ke pelosok-pelosok kota? (lihat: kronologi
hari pertama dan kedua) 4. Juga sering kali disiarkan bahwa huru-hara
itu adalah suatu amuk massa dengan kemasan rasialis (baca: anti cina).
Jika benar demikian, apakah warga kota ini memang benar-benar mengamuk
lantaran sudah kehilangan kesabaran melakoni kehidupan selama ini?
Apakah juga karena Solo terlanjur dikenal sebgai “kota kejutan” maka
tanpa pikir panjang kita boleh menganggap huru-hara itu spontan atau
kebetulan? Mengapa setelah api huru-hara itu padam mereka malah
anteng-anteng saja?
Tentu masih ada setumpuk catatan lagi menggantung dalam benak kita
tentang tragedi kemanusiaan di Kota Solo itu. Sementara catatan-catatan
lain dengan segala macam pernik-pernik persoalan serupa menanti juga
untuk segera dipecahkan. Maka uraian sistematis berikut ini mungkin
dapat dijadikan rujukan awal untuk menggugah kita semua agar semakin
serius menangani pembongkaran peristiwa tersebut.
Pola Perusakan , Penjarahan dan Pembakaran
Api huru-hara di Solo meletus pada saat dan atau setelah para mahasiswa
di universitas muhammadyah surakarta menggelar aksi keprihatinan pada
tanggal 4 mei 1998. Aksi ini memang adalah mata rantai dari rentetan
aksi mahasiswa dalam rangka menuntut reformasi di negeri ini. Terutama
mengapa, bertepatan dengan aksi itu, api huru-hara Solo berkecamuk
dengan serentetan tindakan perusakan, pembakaran dan penjarahan terhadap
bangunan dan barang milik pribadi. Bahkan massa rakyat pun terlibat
secara pasif atau aktif dalam huru-hara itu. Dibawah ini adalah beberapa
kategori sasaran perusakan, penjarahan dan pembakaran itu.
| No | Kategori sasaran | Jenis sasaran atau perlakuan |
| 1 | Tubuh manusia | Pembakaran, pelecehan seksual, pemukulan |
| 2 | Bangunan | Bank, toko, supermarket, pos jaga polisi lalu lintas, rumah pribadi, showroom, kios, pabrik, gedung bioskop, kantor polisi. |
| 3 | Kendaraan pribadi dan angkutan umum | Mobil, sepeda motor, sepeda, bus besar, bus kecil, truk |
| 4 | Barang | Berbagai macam isi toko dan tempat-tempat penjualan lain, barang-barang milik pribadi |
| 5 | Fasilitas publik | Rambu-rambu lalu lintas, telepon umum, trotoar, pot atau taman kota, tugu, Terminal, pasar |
| 6 | Rasa aman | Perusakan, pembakaran, penjarahan, penyerbuan, perampasan, penodongan atau pemerasan, pemaksaan, teror. |
Sumber: Kesaksian Para Korban Dan Saksi Mata
Api huru-hara itu meletus dihampir seluruh penjuru kawasan atau wilayah
kodya surakarta, dan beberapa lokal di wilayah kab. Sukoharjo, kab.
Boyolali, kab. Karang anyar, dan kab. Klaten. Kodya surakarta sendiri
mengalami kerusakan yang paling parah, karena hampir seluruh wilayahnya
dilalap api huru-hara. Karena keterbatasan tim pengumpul data, untuk
daerah-daerah di luar kodya surakarta memang kurang terekam secara
detail. Sampai saat ini usaha untuk melengkapi data masih terus
berjalan. Beberapa lokasi yang berhasil di rekam oleh tim sebagai
berikaut
| No. | Wilayah | Contoh lokasi |
| 1 | Kec. Banjarsari | Komplek Pasar Legi, Banjar Sari (Jl. Tarakan, Jl. Bali, Stabelan), Musukan, Terminal Tirto Nardi, Manahan, Jl. RM. Said, Punggawan, Pasar Pon, Sepanjang Jl. Slamet Riyadi, Sumber, Mbanyu Anyar, Jl. Gajah Madha, jalan Ronggo Warsito, Jl. MGR. Sugiopranoto, Jl. Yosodipuro, Jl. Imam bonjol, Jl. Kartini widuran , Jl. Monginsidi, ngemplak, Gilingan, Jl. Teuku umar, Jl. Ahmad Dahlan, Jl. Sudirman, Kebalen, Jl. Sultan Syahrir, Tegal harjo, Kepatihan, Kampung Baru, Keprabon, Jl. Katamso, dll. |
| 2 | Kec. Lawean | Karangasem, Jajar, Jl. Adisucipto, Jl. Jendral Ahmad yani, JalanPerintis Kemerdekaan, lawean, Sondakan, Pajang, Makam Haji, Jl. Radjiman, Puwosari, Penumping, Penularan, Sriwedari, Jl. Kebangkitan Nasional, Jl. Bayangkara, Jl. Wahidin, Jl. Saman Hudi, Kerten, Jl. Agus Salim, PurwosariPlaza, Jongke |
| 3 | Kec. Serengan | KomplekPertokoan Coyudan, Singosaren Plaza, Pasar Kembang, Jl. Gatot Subroto, Tipes, Jl. Veteran, Jl. Honggowongso, Jayengan, Komplek Pertokoan Nonongan, Jl. Yos Sudarso, KomplekPertokoan Gemblegan, Danau Kusuman, Kratonan, Jl. Moh yamin, Jl. Radjiman. |
| 4 | Kec. Pasar kliwon | Benteng Plaza, Kedung lumbu, Komplek Pertokoan Gading, Jl. Kapt. Mulyadi, KomplekPertokoan Pasar besar, Gajahan, Jl. Veteran, Jl. Kiyai Mojo, Pasar Kliwon, Jl. Brigjen Sudiarto, Jl. Pattimura, Jl. Untung Surapati. |
| 5 | Kec. Jebres | Komplek Pertokoan Sepanjang Jl. Urip Sumoharjo, Jl. Martadinata, Jl. Sutami, Jl. Suryo, Jl. Gotong Royong, Jl. Cut Nya Dien, Petoran, Jl. Tentara Pelajar, Jl. Arif Rahman Hakim, Jl. Arifin, Jl. Prof. W Z Yohanes, Gandekan, Sudiroprajan, Jembres, Purwo-diningratan, Jagalan, Pucang Sawit, dll. |
| 6 | Sukoharjo | Komplek Pertokoan dan Perumahan Solo Baru, Grogol, Kartosuro, Makam haji |
| 7 | Klaten | Delanggu |
| 8 | Boyolali | Pasar Boyolali |
| 9 | Sragen | Masaran |
| 10 | Karang anyar | Palur, Jaten, Colomadu, Tasik Madu |
Sumber: Kesaksian Para Korban Dan Saksi Mata
Beberapa contoh kategori dan wilayah teror, perusakan dan pembakaran
diSolo dan sekitarnya perlu dibuat eksplisit. Selain soal pelaku,
masalah terpenting dari berbagai peristiwa teror, perusakan, penjarahan
dan pembakaran yang menggejala dari 14-16 mei 1998 ialah pertanyaan
berikut: tanda dan cara apa saja yang dipakai? Beberapa pola awal mulai
terlihat. Pola-pola yang di sajikan berikut ini didasarkan pada: (1)
kesaksian banyak korban yang mengalami tindakan teror, kerusuhan,
perusakan dan kekerasan, (2) kesaksian banyak saksi mata tentang awal,
tengah, dan akhir peristiwa teror, perusakan, penjarahan, pembakaran,
dan tindak kekerasan lain di lokasi kejadian. Demi alasan kerahasiaan
dan keamanan para korban dan saksi mata, dokumentasi ini tidak
menyertakan identitas mereka. Anonimitas korban dan saksi mata itu dapat
dipertanggung-jawabkan dengan pasal perlindungan dan kode etik di
bidang apapun.
Pola Huru-Hara dan Perusakan
Pola-pola yang disajikan dibwah ini berdasarkan pada kesaksian banyak
korban, saksi mata, dan investigasi tim. Pola huru-hara dan perusakan
dapat disajikan sebagai berikut:
- Langkah awal di lakukan sehari atau beberapa hari menjelang huru-hara, dengan kegiatan persiapan seperti pembuatan bom molotov (beberapa diantaranya menggunakan bahan karbit) oleh beberapa kelompok (pemuda) tertentu (ada beberapa berstatus mahasiswa), pengorganisasian massa (penyebaran isu) lewat kontak person langsung, telepon, simpul massa. Beberapa kali tes uji coba atas kegiatan persiapan ini dilakukan pada waktu demonstrasi mahasiswa dikampus-kampus tertentu, seperti UNS dan UMS. Juga pada 13 mei 1998 kegiatan persiapan mengenai huru-hara diSolo memang sudah merebak di tengah-tengah warga kota ini. Antara lain, suvai sejumlah pemuda di daerah-daerah tertentu untuk mendata warga non pri dan pri, peredaran surat-surat kaleng dengan nada pemerasan dan ancaman, info huru-hara dari aparat keamanan dan pengiriman sekelompok pemuda berbadan tegap di daerah-daerah strategis.
- Langkah pengkondisian massa untuk berkumpul di lokasi di lakukan oleh sekelompok orang (beberapa menggunakan baju hitam) dengan menggunakan pembakaran ban bekas dan barang-barang lain yang mudah terbakar, dengan di sertai ajakan-ajakan disekitar jalan masuk mendungan (sebelah timur kampus Universitas Muhammadyah Surakarta dan sekitar gapura kleco (gerbang masuk kota). Asap tebal merupakan tanda berkumpul di sepanjang jalan (Jl. Slamet Riyadi-khususnya di sekitar kampung baru, kauman, nonongan dan pasar pon atau di tengah kota) dan dimulainya aksi kerusuhan. Proses berkumpulnya massa di sepanjang jalan tersebut sangat cepat, ± ½ jam sejak pembakaran ban, massa sudah berkumpul di beberapa lokasi strategis dan sempat memacetkan lalu-lintas.
- Apanya sekelompok orang yang berperan sebagai pengarah-pemimpin dan pengajak (dengan paksa disertai intimidasi) perusakan dan pembakaran. Kelompok ini anti terhadap penjarahan. Kalau ada massa yang menjarah akan mereka rampas dan di bakar. Dan bahkan mereka tidak segan segan memukul para penjarah. Diberis terdepan ada beberapa orang yang berperan sebagai penunjuk lokasi-lokasi yang boleh di rusak atau harus di bakar. Orang-orang ini sangat menguasai medan meskipin bukan warga setempat. Di tengah-tengah keruumunan massa perusak ada sekelompok orang yang membawa beberapa tong sampah yang isinya bom molotov. Kelompok inilah yang melakukan pembakaran, dengan sangat agresif dan cekatan. Sebagian dari mereka membawa gunting baja dan palu besi pendobrak.
- Kelompok orang yang mengajak perusakan dan pembakaran berbaur dengan massa sembari meneriakkan yel-yel, sebagai berikut: “anti cina”, “gantung soeharto”, “hidup rakyat”, “hidup mahasiswa”. Pada beberapa lokasi kelompok ini ada juga yang berada di baris terdepan yang berperan lebih sebagai penunjuk dan pemicu. Bebeara di antaranya membawa bendera merah-putih dan bendera partai politik tertentu.
- Ciri-ciri umum yang dapat di identifikasikan dari kelompok profokator ini adalah sebagai berikut:
- Kelompok pemuda berbadan tegap yang berdandan ala mahasiswa
(rambut gondrong dengan membawa tas punggung), tetapi melihat usianya
tampak terlalu tua untuk ukuran mahasiswa pada umumnya.
- Kelompok pemuda yang mengenakan seragam SMU, tapi bertampang liar dan sangar
- Kelompok pemuda yang penampilannya tampak liar dengan tatto dan berwajah sangar.
- Orang-orang ini menggunakan ikat kepala berwarna hitam.
Sebagian dari mereka mengenakan tutp muka (syal) berwarna hitam.
Secara umum dapat dibedakan antara massa perusak dan pembakar dengan
massa penjarah. Massa (kelompok orang) perusak dan pembakar tidak
melakukan penjarahan, bahkan mereka merampas barang-barang yang di jarah
untuk kemudian dibakar. Mereka tidak segan-segan main pukul kepada para
penjarah. Ketika mereka membakar gedung, tidak peduli apakah di dalam
masih ada orang atau tidak. Kasus pembakaran toserba Ratu Luwes
memperlihatkan brutalisme mereka yang membakar gedung ketika di dalam
gedung masih banyak orang yang tidak tahu kalau gedung akan dibakar.
Sedangkan massa penjarah sebagian besar memang adalah warga masyarakat
sekita yang mencoba memanfaatkan “belanja diskon 100 %” ditengah
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tidak dapat di pungkiri bahwa
sebagian dari mereka ternyata adalah warga masyarakat dari luar kota
yang sudah siap dengan berbagai peralatan dan perlengkapan belanja
(transportasi dan tas).
Di beberapa lokasi, ditemukan adanya peran ‘komandan’. Sang komandan ini
memberi aba-aba dan mengatur gerak massa. Peran komandan ini ditemukan
dalam peristiwa perusakan, penjarahan dan pembakaran berantai di wilayah
yang berdekatan.
Tidak semua tindakan perusakan, penjarahan dan pembakaran dimulai oleh
kelompok pengajak dengan semua ciri di atas. Dalam hal kelompok
pengajak, tiap-tiap lokasi kejadian mempunyai ciri khasnya
masing-masing. Dibawah ini adalah beberapa contoh loksi kejadian dan
ciri khas kelompok pengajak atau pemimpin dan proses tindak perusakan,
penjarahan dan pembakaran:
| No. | Peristiwa | Lokasi kejadian | Ciri pelaku/ pengajak/ pemimpin dan proses |
| 1 | Survei pendataan warga etnis tionghoa | Ngemplak dan kertan | Pelaku: sejumlah pemuda dengan berpenampilan mahasiswa.Proses: mereka bertanya-tanya di warung-warung atau rumah-rumah sekitar |
| 2 | Info huru-hara | Widuran | Pelaku: aparat keamanan.Proses : seseorang di beritahu bahwa pada 14 mei 1998 orang-orang kampung baru akan membuat huru-hara di sola dan sekitarnya. |
| 3 | Pemerasan dan ancaman dengan surat kaleng | Laweyan | Pelaku: NN.Proses : seorang warga etnis tionghoa setempat mendapat surat kaleng berisi pemerasan (memberikan uang tebusan Rp. 300.000,-) dan ancaman (jika tidak beri, rumah akan di bakar atau dilaporkan pihak berwajib). |
| 4 | Pembakaran toko sepatu Bata | Coyudan | Pelaku: orang yang berciri seperti gali.Proses: mereka membakar toko tersebut dan toko-toko di sekitarnya dengan bensin yang berasal dari motor-motor yang lewat di daerah itu dan mereka meminta dengan paksa. |
| 5 | Pembakaran ban | Jl. Ahmad Yani Ngemplak | Pelaku: dua orang pemuda berambut gondrong, berlaak mahasiswa yang mengendarai sepeda motor.Proses: mereka mebakar ban di tengah jalan, di depan toko/ rumah yang menjadi target huru-hara. Pembakaran ban ini untuk mengumpulkan massa, setelah massa terkumpul kemudian merek pergi. |
| 6 | Perusakan, pembakaran dan penjarahan bangunan-bangunan milik warga etnis china | Ngemplak | Pelaku: para remaja berusia kira-kira 15-20 tahun, beberapa lelaki dewasa (7 orang dikenali sebagai mantan galih setempat) dan warga setempat.Proses: aksi huru-hara dimulai dengan pembakaran ban-ban dan di lanjutkan dengan perusakan, pembakaran dan penjarahan rumah atau toko disana |
| 7 | Perusakn dan pembakaran wisma lippo | Jl. Slamet Riyadi | Pelaku: massa dengan di komandani oleh seseorang yang membawa handy talky (HT).Proses: perintah profokator tersebut di tanggapi oleh massa. Mereka mulai merusak dan membakar gedung. |
| 8 | Perusakan sun motor | Jl. Slamet Riyadi | Pelaku: massa seumlah kurang lebih seratus orang, diantaranya 5 orang pelajar SMU, seorang lelaki gemuk, tinggi besar, berbaju hijau, wajah bulat khas jawa.Proses: seorang lelaki berdiir di depan sun motor menghadap utara dan memegang batu sebesar dua kepalang tangan. Saat massa hampir mendekati sunn motor, orang tersebut langsung melempar batu ke sun motor, kemudia ada lima orang pelajar SMU masuk dan merusak pintu pagar |
| 9 | Perusakan, pembakaran dan penjarahan, BCA, BHS, UD Sinar Baru, Sin-Sin, Super Ekonomi, dan sekitarnya | Jl. Slamet Riyadi purwosari | Pelaku: kurang lebih 200 orang, mereka di komando oleh seseorang yang begitu dipatuhi perintahnya. Proses: perusakan BHS dan UD Sinar Baru dilakukan dengan menabrakan satu mobil yang diambil lari Solo indonesia motor (SIM) dan di jarah oleh massa lalu dibakar. Super ekonomi (SE) dirusak dan dijarah massa lalu dibakar. SIM dibongkar paksa, 4 suzuki mini bus dikeluarkan dan di gulingkan ke jalan lalu di bakar |
| 10 | Perusakan dan pembakaran bangunan milik warga di purwosari | Jl. Slamet Riyadi purwosari | Pelaku: massaProses: konvoi sepeda motor berteriak-teriak menghujat soeharto, mereka merusak dan menjarah. |
| 11 | Perusakan, penjarahan dan pembakaran empat belas rumah dan toko warga etnis tionghoa | Jl. DR Radjimanlaweyan | Pelaku: rombongan bertutup muka, membawa bendera sambil berteriak-teriak mendukung reformasi.Proses: rombongan tersebut membakar ban-ban bekas lalu membakar dan menjarah ruko di pertigaan jongke |
| 12 | Perusakan, pembakaran dan penjarahan toko roti ganep | Jl. Sultan Syahrir widuran | Pelaku: para remaja ABG bersepeda motor dan bukan warga setempat.Proses: para remaja tersebut melempari toko lalu pergi setelah mendengar ada suara kendaraan yang datang dari arah timur, mereka ini sebelumnya membobol toko. Lau rombongan yang datang dari arah timur tadi, membakar toko lalu pergi. Baru kemudian massa berdatangan menjarah |
| 13 | Arak-arakan massa dan pembakaran ban bekas di kerten | Pertigaan Jl. Slamet Riyadi dan Jl.Sam Ratu Langi | Pelaku: massa yang datang dari arah barat dengan bersepeda motor.Proses: massa menyusuri jalan slamet riyadi, beberapa dari mereka membeli bensin dan merampas ban bekas dan kemudian membakarnya ditengah jalan. Kemudia melempari toko atau bangunan milik etnis china, mencabuti tiang-tiang bendera dan lampu-lampu sepanjang jalan |
| 14 | Perusakan dan pembakaran restoran Diamond | Jl. Slamet Riyadi | Pelaku: rombongan bersepeda motor, kira-kira sepuluh sepeda motorProses: mereka seperti mahasiswa, membawa bendera setengah tiang, moka di tutp kain, membawa tas ransel berisi bom molotov, sambil berteriak-teriak memhujat Soeharto dan mendukung reformasi |
| 15 | Pembakaran toko-toko di Coyudan- singosaren | Jl. Radjiman dan Jl. Gatot subroto | Pelaku: massa dengan profokator serupa di restoran diamond.Proses: para profokator melempar bom molotov lalu pergi, massa dilarang menjarah sepatu yang kemudian di bakar dijalan. |
| 16 | Pemerasan dnegan ancaman perusakan terhadap rumah atau toko milik warga etnis china di kerten | Jl. Basuki rahmat kerten | Pelaku: tujuh puluh pemuda dengan bertutup muka.Proses: para pemuda itu mendatangi rumah warga etnis tionghoa meminta uang dan di beri Rp.50.000,- sebagai uang keamanan |
| 17 | Usaha pembakaran PT. DJITOE di kerten | Jl. Adisucipto kerten | Pelaku: massa bersepeda motor bertutup kainProses: mereka datang dari arah barat dan membakar ban bekas di depan PT Djitoe mereka mencoba membakar PT Djitoe tapi berhasil digagalkan oleh karyawan dan warga setempat |
| 18 | Informasi kedatangan perusuh dan penjarar | purwosari | Pelaku: dua orang bersepeda motor yang mengaku petugas keamanan. Isi info tersebut akan ada penjarah dan perusuh dari prambanan-klaten maka warga diminta berjaga-jaga |
| 19 | Pembakaran dan pemjarahan CORNEL-VCD, toko dan rumah penduduk | Dekat masjid Sholihin, Jl. RM. Said | Pelaku: remaja abg dengan membawa senjata tajam.Proses: massa datang dari arah mangku negaran kearah CORNEL-VCD, menjarah lalu membakar |
| 20 | Pembakaran nusukan teater dan penjarahan toko-toko kelontong | Nusukkan | Pelaku: sekelompok orang bertopeng.Proses: orang-orang tersebut meneriakan yel-yek reformasi dan perintah “bakar” lalu mulailah pembakaran itu. Sementara penjarahan dilakukan oleh galih-galih setempat dan dibiarkan saja oleh aparat keamanan (bahkan mereka sempat berbagi hasil jarahan) |
| 21 | Pengedropan massa | Hotel Sheraton | Proses: siang hari ada tiga truk mengedrop orang-orang dengan ciri-ciri pakaian hitam-hitam den berambut cepak. Mereka langsung bergerak masuk ke kota. |
| 22 | Perusakan an pembakaran kendaraan bermotor | Sepanjang balai kota BNI 46 dab tugu pasar gede | Pelaku: kira-kira 30 orang terdiri dari anak-anak seusia SMP dan lelaki dewasa.Proses: massa ini di komandani oleh profokator yang mukanya coreng moreng. Perusakan dan pembakaran ini dilakukan 3 kali. Massa perusak dan pembakar ada di tengah jalan, sementara massa penonton mengikuti di tepi-tepi jalan. |
Sumber: Kesaksian Para Korban Dan Saksi Mata
Ciri Sistematis dan Kejanggalan Modus Operandi
Beberapa contoh tentang ciri kelompok pengajak/ pemimpin dan proses
huru-hara seperti terlihat diatas memberi cukup isyarat (dengan
probabilitas tinggi) bahwa tindakan perusakan, penjarahan dan pembakaran
tersebut bukanlah tindakan spontan dari massa dan warga setempat.
Dengan lebih lugas bisa dikatakan bahwa perusakan, penjarahan, dan
pembakaran dimulai dengan langkah dan cara yang sistematis dan
terorganisir. Dari cara pandang probabilitas, sangatlah sulit menerima
argumen bahwa berbagai kesamaan pola ada “awal kejadian” perusakan,
penjarahan dan pembakaran itu hanyalah disebabkan oleh faktor kebetulan.
Kalau ‘kebetulan’ menjadi alasan dari berbagai kesamaan pola diatas,
maka:
- Bagaimana “kebetulan” (coincidence) itu harus dijelaskan oleh keluasan lingkup kejadian di wilayah seluas Solo dan sekitarnya?
- Bagaimana juga “kebetulan” itu harus dijelaskan oleh kesamaan waktu (simulacrum) darii aneka peristiwa perusakan, penjarahan, dan pembakaran di Solo dan sekitarnya.
- Bagaimana “kebetulan” itu harus dijelaskan dengan kesamaan “awal peristiwa” perusakan, penjarahan dan pembakaran? (semisal: pengajak dan pemimpin perusakan yang bukan warga setempat, modus kedatangan pengajak dan pemimpin huru-hara dengan kendaraan, pembakaran ban-ban di tengah jalan sebagai tanda huru-hara dimulai)
- Bagaimana “kebetulan” itu harus dijelaskan oleh kesamaan pola janggal berikut : para pengajak dan pemimpin langsung menghilang begitu masa melakukan perusakan, penjarahan dan pembakaran, isu-isu tentang kerusuhan sebelum huru-hara terjadi, survei pada warga non pri dan pribumi oleh orang-orang muda asing di lokasi-lokasi tertentu.
Menunjuk dengan spesifik jaringan pelaku perusakan, penjarahan dan
pembakaran masih menjadi agenda mendesak berikutnya. Dan dalam suasana
ketakutan akan ancaman, penculikan dan penembakan gelap yang terjadi
belakangan ini,pembongkarang tragedi huru-hara itu snagat membutuhkan
kerjasama dari berbagai pihak.
Empat pertanyaan diatas adalah isyarat ‘kontra-kebetulan’ yang sangat
kuat. Dengan kata lain, ada satu hal yang makin pasti: Setiap usaha
menyimpulkan bahwa berbagai kesamaan pola huru-hara itu hanyalah
disebabkan oleh faktor ‘kebetulan’ harus mampu menjawab empat pertanyaan
diatas. Lebih mendesak lagi, argumen ‘faktor-kebetulan’ makin sulit
diterima ditengah berbagai keanehan dan kehanggalan modus operandi yang
dipakai, sebagaimana nampak dalam berbagai contoh dibawah ini :
Tabel 4. Kejanggalan Modus Operandi Huru-Hara Solo 14-16 mei 1998
| Peristiwa | lokasi | waktu | Kejanggalan modus operandi |
| Perusakan pertokoan dan perkantoran. | Sekitar pasar pon-Gladak | 14 MeiPk. 15.00 | Massa berkumpul dan memenuhi jalan setelah melihat asap hitam tebal. Lalu ada sekelompok orang yang mengajak dan menggerakkan mereka untuk merusak. |
| Perusakan dan pembakaran komplek pertokoan dan bank. | Jl. Coyudan dan Singosaren Plaza | 14 MeiPk. 15.00 | Massa datang dari aarah timur, dan dipimpin oleh tiga orang berpenampilan rapi, seorang diantaranya adalah perempuan, yang berperan sebagai penunjuk tempat. Mereka sangat provokatif dan mengajak siapa saja yang mereka jumpai di sepanjang jalan. Mereka diikuti oleh massa perusak, yang di tengah mereka terdapat sekelompok orang ber-penampilan ala mahasiswa yang membawa tong sampah yang berisi bom molotov dan jerigen bensin. Mereka sangat selektif dalam melakukan pembakaran dan perusakan. Totok diantaranya rumah-rumah penduduk hanya dirusak. |
| Pembakaran wisma lippo. | Jl. Slamet Riyadi | 14 MeiPk. 15.00 | Massa bergerak ke arah timur dengan dipimpin oleh beberapa orang berbadan tegap, gondrong dan sangar dengan memakai ikat kelapa berwarna hitam. Meskipun sudah dijaga aparat keamanan dan karyawan, kelompok pembakar ini memasksa masuk setelah sebelumnya kaca-kaca gedung dihancurkan dengan lemparan-lemparang batu oleh massa. Tim pembakar ini bergerak sangat cepat dan cekatan. Beberapa orang dari mereka sibuk menghentikan sepeda motor yang lewat dan dengan paksa meminta bensin. |
| Pembakaran Toserba Sami Luwes | Ngapeman | Massa membakar dan merusak setelah gagal merusak dan membakar hotel novotel. Mere tidak jadi merusak karena segenap staf dan karyawan hotel keluar membagikan uang, makana, dan minuman. Mereka juga berusaha menjelaskan dan meyakinkan kepada massa bahwa pemilik hotel adalah Setiawan Djodi. Dengan dipimpin oleh beberapa orang yang mengenakan tutp muka (syal) hitam dan ikat kepala hitam, massa menyebrang jalan dan membakar Toserba Sami Luwes dengan melemparkan bom molotov dan membakar keset yang kemudian dilemparkan ke lantai dua. Sebagian massa menjarah beberapa toko kelontong tepat di depan hotel novotel, beberapa dari mereka yang dipergoki menjarah dipukul oleh beberapa orang yang kemudian membakar pertokoan beserta isinya. Kemudian muncul beberapa orang yang berusaha memprovokasi untuk mengarahkan massa menuju Klitan (rumah mantan Presiden Soeharto), namun oleh beberapa orang pemimpin mereka massa digerakkan kearah pasar legi. | |
| Perusakan, penjarahan, dan pembakaran bangunan-bangunan milik warga etnis china | Jl. Ahmad Yani, Ngemplak | 14 MeiPk. 16.00 | Massa berkumpul setelah dua orang pemuda berambut gondrong yang berpenampilan layaknya mahasiswa (bersepatu, menyandang tas ransel, rambut gondrong) dengan mengendarai sepeda motor, membakar ban-ban di tengah jalan dan di depan bangunan yang menjadi target huru-hara. Aksi huru-hara dimulai dengan sasaran pertama rumah seorang warga etnis china. Kemudia terus bergerak dengan merusak dan menjarah tokoh besi nusantar, toko roti aneka, dan toko sepatu natalia. |
| Perusakan Sun Motor | Sepanjang Jl. Slamet riyadi-purwosari | 14 meiPk. 13.30-14.00 | Informasi tentang huru-hara mulai terdengar oleh karyawan sun motor. Salah seorang karyawan melihat seorang lelaki tidak dikenal (ciri-ciri: gemuk, tinggi-besar, berbaju hijau, wajah bulat khas jawa, rambut potongan biasa) didepan sun motor menghadap ke utar sambil membawa batu sebesar dua kepalan tangan orang. Saat massa (lk. 100 orang) hampir mendekati sun motor, orang itu langsung melempar baru ke sun motor. Massa pun mengikuti aksi itu (sekitar ½ jam batu-batu sebesar kepalan tangan menghujani sun motor dan kalau dikumpulkan bisa mencapai satu karung goni, belum ditambah batu-batu ukuran sedang) dan 5 orang (seumuran SMU) masuk halaman dan merusak pintu gerbang (mencabuti besi-besi pintu gerbang) dan memecahkan kaca-kaca. Setelah aksi itu dua truk aparat keamanan sempat melintas disana, namun tidak melakukan apa-apa. |
| Perusakan, pembakaran dan penjarahan BCA, BHS, UD. SINAR BARU, SIN-SIN, RM, ORIEN, Super Ekonomi, Solo Indonesia Motor (SIM) | Jl. Slamet RiyadiPurwosari | 14 MeiPk. 18.00-22.00 | Massa sekitar 200 orang dikomandoi oleh dua pemimpin. Sasaran pertama adalah Kantor Cabang Pembantu (KCP) BCA. Selain dirusak, kantor ini juga kantor ini juga dibakar. Kemudian KCP BHS juga dirusak. Setelah, UD. Sinar baru juga dirusak dengan menabrakkan sebuah mobil yang diambil dari SIM (Solo Indonesia Motor) dan dijarah oleh massa lalu dibakar. Terakhir, SE (Super Ekonomi, Supermarket) dirusak dan dijarah massa lalu di bakar. Sedangkan SIM sendiri dibakar paksa dan 4 suzuki minibus dikeluarkan dan digulingkan kejalan lalu dibakar. RM. SIN-SIN dan Orien dirusak lalu dibakar. Saat itu sejumlah aparat keamanan terlihat di SE, namun mereka hanya menonton, bahkan memberi jalan bagi para penjarah.di kantor PLN aparat keamanan juga berjaga-jaga. Karena jalan dipenuhi asap tebal, sangat sulit untuk melacak jejak para perusuh dan penjarah. |
| Perusakan, pembakara, dn penjarahan 14 ruko milik warga etnis tionghoa | Pertigaan JongkeLaweyan | 14 Mei 13Pk. 17.00 | Pembakaran dan penjarahan dilakukan oleh serombongan (bertutup muka, membawa bendere sambil berteriak-teriak mendukung reformasi). Diawali dengan pembakaran. Massa menonton mengiringi aksi-aksi mereka dengan tepuk tangan dan sorak-sorai. Meskipun sesekali melintas panser dan truk aparat keamanan, mereka sama sekali tidak ditindak. |
| Perusakan, pembakaran, dan penjarahan toko Roti GANEP | Jl. Sultan SyahrirWiduran | 14 MeiPk. 15.00 | Terdiri
dari 3 rombongan:- Rombongan I remaja (remaja ABG) melempari
toko lalu pergi setelh mendengar suara sepeda motor dari timur
- Romongan II (memakai seragam SMU) membobol toko dengan besi
dan tiang bendera lalu pergi setelah mendengar suara sepeda motor dari
timur
- Rombongan III (lebih tua dari sebelumnya) membakar toko
dengan alat yang dibawa lalu pergi. Setelah itu, serombongan massa
datang untuk menjarah. Sedangkan warga setempat malah membantu untuk
memadamkan api dari belakang toko.
|
| Pemerasan, teror, dan ancaman perusakan | Jl. Basuki RahmatKerten | 14 MeiPk. 12.00 | 70 pemuda dengan penutup muka mendatangi rumah salah seorang warga etnis tionghoa dan meminta uang keamanan sembari meninggalakn pesan agar pemilik ruma tenang-tenang saja karena tidak akandirusuhi (diganggu), kecuali rumah disebelah timurnya. |
| Penjarahan dan pembakaran Toserba Ratu Luwes dan beberapa bank. | Purwosari | 15 MeiPk. 15.00 | Ketika massa penjarah sejak pagi sedang asik “belanja diskon 100%”, tiba-tiba dari arah utara muncul sekitar 200-an orang berlrian dengan membawa gunting baja dan palu besi pendobrak. Merek meneriakkan yel-yel “hidup mahasiswa” sambil membubarkan massa penjarah dan mengusirnya serta merampas barang jarahan yang selanjutnya dibakar dengan gedungnya. Mereka tidak peduli bahwa didalam masih banyak massa penjarah. |
| Perusakan, pembakaran, dan penjarahan bangunan | purwosari | 15 MeiPk. 10.00-18.00 | Massa dengan dikomando oleh pemimpin serupa dengan pemimpin penjarahan dan pembakaran di Pasar Legi kembali membakar dan merusak bangunan-bangunan lain. Gerakkan mereka dari timur ke barat. |
| Pembakaran rumah | Srambatan | Massa pembakar dipimpin oleh sekelompok orang pemuda yang mengenakan tutup muka (syal) hitam dengan membawa beberapa botol berisi bensin. Beberapa dari mereka tampat setengah mabuk (bau minuman keras). Ketika sedang melakukan aksi pembakaran sekonyong-konyong muncul satu truk berisi sepasukan aparat keamanan bersenjata lengkap. Massa pembakar tidak takut, dan truk tersebut hanya berlalu begitu saja. | |
| Teror penyerbuan | Di berbagai pemukiman warga | Isu-isu tentang serangan gelap dari sekelompok orang bersepeda motor dengan tujuan menjarah dan merusak kampung-kampung yang kebetulan dihuni juga oleh warga etnis china mulai merebak di berbagai penjuru kota. Pada beberapa kasus, si kurir pembawa isu ini mengaku sebagai petugas pembawa keamanan setempat. Kasus ini muncul hampir setiap malam sampai ± hari ke-5 pasca perusuhan. Reaksi warga selama hari-hari itu adalah memperketat penjagaan dan pemblokiran hampir semua ruas jalan di dalam kota. | |
| Teror penjarahan | Di berbagai pemukiman warga dan toko warga etnis tionghoa | Warga di ancam dengan telepon atau diketok-ketok pintu rumah mereka oleh beberapa orang untuk menyediakan uang. Kalau tidak mau, rumah mereka akan dijarah dan dibakar. |
Sumber: kesaksian korban dan saksi mata
Untuk semakin melengkapi khazanah pemikiran kita atas tragedi
kemanusiaan itu, di bawah ini disajikan pula sebuah paket kecil berisi
fenomena kehidupan warga Kota Solo pasca huru-hara pertengaham Mei 1998
lalu. Yaitu tentang cerita-cerita horor pasca huru-hara. Ini cukup
penting untuk dikaji, lantaran dalam konteks kehidupan sehari-hari warga
kota sendiri cerita-cerita horor tersebut memiliki daya dan kekuatan
unik atau khas. Kendati seringkali dituduh irasional, namun tak bisa
dipungkiri cerita-cerita horor itu memainkan peran dan fungsi juga dalam
membentuk image massa rakyat kota ini tentang huru-hara tersebut. Mari
kita telusuri bersama-sama uraian dibawah ini.
Cerita Cerita Huru-Hara Pasca
Ketika seorang teman duduk menikmati hidangan disebuah warung, samar-samar ia mendengar cerita pendek demikian:
”suatu malam seorang penjual sate ditakut-takuti oleh roh-roh halus di
Toko Sepatu Bata, Coyudan. Kebetulan waktu itu si penjual sate sedang
sibuk melayani para pembeli. Kemudian datang pembeli lain sembari
berkata “Pak, minta sate yang gosong seperti kami”. Karuan saja penjual
sate itu kaget bukan kepayang sembari mengamati para pembeli itu. Namun
dalam sekejap mereka menghilang secara miserius, sehingga membuat si
penjual sate pingsan. Ia dibawa dan dirawat di rumah sakit sampai
sekarang.”
Dalam versi lain, cerita seperti itu juga sempa dikisahkan oleh seorang teman lain beriku ini:
Menjelang
matahari erbenam di ufuk barat, di Plaza Matahari Singosaren seringkali
terdengar teriakkan-teriakkan sejumlah orang mencari kaki. Bahkan suatu
kali pernah seorang supir taksi membawa seseorang dari pusat
perbelanjaan itu, di tengah-tengah perjalanan ia merasa kehilangan
penumpang.
Cerita diatas memang sungguh-sungguh merasuk dalam hari-hari sesaat
setelah api huru-hara meluluhlantakkan Kota Solo. Apalagi ketika senja
mulai merambah pelan-pelan di cakrawala, cerita-cerita itu mau tidak mau
memudarkan pesona kota ini di kala malam. Dengan baik sekali sebuah
majalah alternatif terkemukan di negeri ini mendokumentasikan kemuaraman
kota ini dalam suatu laporan berjudul: Tak ada lagi, “Solo Di Waktu
Malam”. Berikut petikan laporan itu :
…TRAUMA
kerusuhan Mei masih menggantung di Solo, jawa tengah. Gambaran Kota
Solo di waktu malam seperti syair keroncong lama-ramai, damai, dan
romantis-tak lagi ditemukan. Solo di waktu malam, dua bulan setelah
kerusuhan lewat, masih seperti kota mati, seperti di hari-hari dekat
setelah kerusuhan. “Jam delapan malam di Jalanslamet riyadi sudah jarang
yang lewat, paling-paling sebiji sepeda motor, kemudian sepi,” kata
seorang karyawanan sebuah perusahaan pers yang pekan lalu pulang ke
kampungnya di Solo… (Tempo Interaktif, Edisi 20-03, 18 juli 1998).
Boleh jadi cerita-cerita horor itu sekedar dipandang sebagai isapan
jempol semata. Atau, sering kali dikatakan bahwa itu adalah ulah
orang-orang iseng saja.akan tetapi, tidak bisa diabaikan bahwa (adat)
kebiasaan orang-orang jawa (Tengah), terutama Solo, memang begitu
“akrab” dengan alam (mistis) seperti ini. Dalam suatau reportase dengan
judul “Huru-Hara Solo Semarang”, dibahas juga masalah ini sebagai sebuah
tinjauan mistis. Dilaporkan oleh P. Bambang Siswoyo, si penulis
reportase itu, bahwa kerusuhan rasial pada 19 november 1980 itu
“didalangi” juga oleh Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul. “Sasmita” (isyarat)
itu datang pada diri seorang buruh wanita dari PT Batik Keris, kelurahan
Cemani, kecamatan Grogol, kabupaten Sukoharjo. Laporan ini diperkuat
pula oleh perkataan seorang ahli ilmu gaib (sekarang populer sebagai
“paragnost”: seorang manusia yang mempunyai kemampuan di luar kemampuan
manusia) bahwa berkaitan dengan huru-hara tersebut bila ditinjau dari
alam gaib disebabkan karena Kanjeng Ratu Kidul (Nyi Roro Kidul)
mengerahkan anak buahnya. Ini dilakukan atas permintaan dari salah
seorang Sinuwun Sala (menurut dongeng, setiap sinuwun sala adalah juga
suami dari Nyai Roro Kidul) yang sudah wafat dan menaruh dendam pada
orang-orang china, entah apa sebabnya.
Agak tak masuk akal, memang. Tetapi demikan-demikianlah image “cerita”
dan “ruomongso” telah menjadi darah dan daging dalam kehidupan
masyarakat jawa. Karena memang sejak kecil pandangan dan cara hidup itu
diasah dan dilatih sebagai suatu “bekal hidup” dalm hidup sehari-hari.
Ini merujuk pada sebuah pepatah-petitih dalam aksara jawa berikut ini:
“jawa iku yen dipangku dadi mati”. Dengan kata lain, orang jawa itu akan
luuluh hatinya dengan “dislodohi” (ditinggikan). Namun bila
tersinggung, terutama berkaitan dengan hara diri, derajat, pangkat atau
semat mereka, maka akan sangat mudah menimbulkan amarahnya.
Bertolak dari itu, cerita-cerita horor pasca huru-hara tersebut tentu
menjadi efektif dan operatif untuk menggugah rasa ikhlas dalam segumpal
kehidupan Wong Solo. Kata
kunci untuk memahami rasa itu terletak pada: bahwa seseorang (Jawa)
tidak boleh dipengaruhi terus-menerus oleh ingatan akan (penderitaan)
masa lalu. Dengan kata lain, pengalaman-pengalaman pahit dalam kehidupan
itu cukup disimpan saja sebagai unggah ungguh untuk menjaga dan
memelihara keharmonisan hidup bersama. Implikasi konkret atas hal
tersebut dana dijumpai dalam tata cara ritual pemakaman (adat)
Kebiassan jawa, seperti upacara brobosan dan selamatan. Selain itu,
alat-alat pelengkap upacara pemakanaman, antara lain foto-foto dan
kemenyan, juga memiliki fungsi dan peran serupa sebagaimana dilukiskan
diatas.
Maka pesan utama dalam cerita-cerita horor tentu bukan semata-mata
adalah urusan dengan roh, arwah atau jin dari para korban huru-hara
lalu.melainkan, dengan aneka macam kepentingan hirarkis dalam kehidupan
masyarakat jawa. Terutama berkaitan dengan dunia kematian,
kepentingan-kepentingan itu memperoleh bentuk konkret dalam
imajinasi-imajinasi kultural, ketimbang biologis, seperti telah
diuraikan diatas. Tak heran bila cerita horor itu dapat merasuk dalam
akal dan pikiran warga Kota Solo ketimbang data dan fakta mengenai nasip
para korban itu sendiri (lihat: tabel klasifikasi korban). Sebab cukup
dengan mengatakan: “apa yang datang darri Allah akan kembali kepada
Allah”, semua penderitaan masa lalu akan sirna tanpa harus menimbulkan
goncangan hebat dalam kehidupan sehari-hari.
Tabel. Klasifikasi Korban
| TGL | Meninggal | Luka | Hilang | |
| Bakar | Lain-lain | |||
| 14/5 | 24 | 3 | 12 | 3 |
| 15/5 | 3 | - | - | - |
| Jumlah | 27 | 3 | 12 | 3 |
Sumber:
Dokumentasi tim relawan untuk kemanusiaan komalik wimas. Data ini
diperoleh dari berbagai sumber seperti kesaksian korban maupun media.
Data tentang korban ini masih dikumpulkan.
Semua itu seringkali dipandang sebagai fenomena “alami”. Gambaran dunia
akhirat dalam kebudayaan jawa berikut ini mungkin lebih bisa menjelaskan
hal itu: “suasana hati orang jawa terhadap kematian bukanlah suatu duka
cita histeria, isak tangis tanpa kendali, ataupun tetesan air mata
kepedihan belaka. Tetapi, justru adalah suatu ketenangan, biasa-biasa
saja, bahkan begitu langut. Tetes air mata tidak dilihat sebagai suatu
oengakuan atas kebesaran hati; justru usaha untuk selekas mungkin keluar
dari lingkaran duka adalah jalan paling arif dan bijak… upacara ritual
pemakaman dan doa-doa selama kurun waktu tertentu semata-mata adalah
untuk menumbuhkan rasa ikhlas, tulus hati, tegar dan tabah.”
Namun toh tetap tak bisa dikatakan sebagai “hukum alam”. Karena campur
tangan kepentingan-kepentingan hirarkis juga ambil bagian disana. Oleh
sebab itu, cerita horor tersebut memang mata rantai dari fenomena
“alami” tersebut dengan fungsi dan peran untuk memahat dan menerjemahkan
penderitaan para korban huru-hara dalam (budi) bahasa lisan dan
tulisan:ikhlas. Akankah (adat) kebiasaan historis yang terus menerus berulang ini bisa diputus?
Catatan-Catatan Penutup
Berdasarkan data dan fakta diatas, huru-hara diKota Solo pada
pertengahan mei 1998 ini memang memuat indikasi-indikasi cukup kuat
untuk tidak diklaim sebagai suatu kebetulan (coincidence) belaka. Bukan
karena dokumentasi awal ini sukses menginterprestasikan setumpuk data
dan fakta tentang huru-hara tersebut, melainkan karena ingatan dan
catatan akan penderitaan para korban dan saksi mata itu sendiri.
Urutan para korban dan saksi mata tersebut tidak bisa tidak adalah
wacana yang dianggap bisa mewakili kemurnian peristiwa huru-hara itu
sendiri. Karena wacana seperti itu sama-sekali belum “dirumuskan”,
“didefinisikan”, atau belum “dibakukan”. Maka apa yang mampu ditangkap
oleh mereka sesungguhnya mampu memperlihatkan gambaran wacana politik
apa yang senyatanya tengah terjadi.
Kesaksian seorang ibu yang (kebetulan) menyaksikan (suatu kejanggalan)
dala huru-hara di Kota Solo berikut ini adalah bukti konkret uraian
diatas:
“para
tukang becak yang mangkal di Jl. Slamet Riyadi mengingatkan orang orang
yang lewat menuju Jl. Slamet Riyadi agar kembali saja. Namun kemudian
datang seorang pengendara sepeda motor yag mendatangi para tukang becak
tersebut agar membiarkan orang-orang yang mau lewat jalan tersebut”
Tentu kesaksian itu tampak “biasa-biasa saja”. Tidak heroik. Tetapi,
justru bertolak dari kesaksian spontan itulah bisa dibuktikan bahwa pernyataan (politis) mengenai huru-hara pertengahan Mei lalu di Kota Solo adalah suatu “kebetulan” sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan (politis) di
lapangan. Kata anak-anak muda sekarang: “itu nggak logis” atau “itu
nggak masuk akal”. Maka, belum cukuplah semua kesaksia itu dijadikan
barang bukti (hukum) untuk membongkar apa yang ada di balik Tragedi
Kemanusiaan media Mei 1998 lalu?
September, 1998
Tim Relawan Komalik Wimas
TIM RELAWAN UNTUK KEMANUSIAAN KOMALIK WIMAS
Alamat: Wisma Mahasiswa Surakarta, Jl. Kestalan No. 15, PO. BOX 213
Telp. (0271) 46517, Surakarta 57102
Dokumen Awal no. 1
Peta Politik Huru-Hara Kota Solo 1998
| A |
da 3 (tiga) alasan yang seringkali dipakai untuk mengabsahkan terjadi
huru-hara di Kota Solo. Pertama, sentimen atas warga etnis tionghoa. Hal
ini disebabkan karena ditinjau dari sasaran huru-hara, merekalah yang
paling banyak menerima akibatnya. Kedua, kesenjangan sosial dan krisis
ekonomi. Mereka yang dalam huru-hara kemarin menjadi korban sebagian
besar adalah dari golongan kaya, seperti memiliki toko, rumah bagus,
supermarket dsb. Ketiga, aksi mahasiswa UMS dalam rangka memperingati
korban penembakan mahasiswa Trisakti. Aksi tersebut, meskipun sangat
“lokal” (baca: hanya di seputar kampus), ternyata telah dituduh sebagai
api pemicu huru-hara di Solo.
Tentu alasan-alasan tersebut sah-sah saja untuk dikemukakan sebagai
suatu catatan dan ingatan masa lalu. Tetapi, agaknya tak bisa di abaikan
bahwa huru-hara kemarin memperlihatkan sejumlah kejanggalan dalam
pola-pola dan modus operandinya. Berdasarkan kesaksian dari para saksi
mata dan korban, dapat ditelusuri dengan jelas bahwa huru-hara itu bukan
semata-mata “kebetulan” (coincidence). Dengan demikian, adalah enak dan
perlu untuk mempertimbangkan kembali ketiga alasan diatas.
Huru-Hara Kota Solo 1998: Sebuah Kronologi
Tatkala Aksi Keprihatinan Mahasiswa Universitas Muhammadyah Surakarta
(UMS) digelar pada 14 mei 1998, api huru-hara meledak dan meluluh
lantakkan Kota Solo. Barangkali mahasiswa sendiri hera dan takjub:
mengapa bisa jadi begini? Sebab ditilik dari agenda aksi itu sendiri,
pada hari itu mereka hendak mementaskan suatu aksi keprihatinan untuk
menghormati Tragedi Trisakti 12 mei 1998 dengan lokasi aksi di kampus
mereka sendiri. Untuk memahami huru-hara itu dengan akal jernih dan
nurani bening, marilah kita telusuri kronologi peristiwa tersebut.
- 14 mei 1998
Pukul 09.00
Massa aksi sudah berkerumun di traffic light dekat kampus UMS. Tak lama
kemudian aparat keamanan memasang 4 buah berikade kawat berduri persi di
depan massa aksi dan dijaga oleh barisan brimob dan kostrad. Lebih jauh
lagi, aparat juga mulai membubarkan kerumunan massa di halte bus dan
depan Toko “Alfa” sembari melakukan biokade jalur kendaraan kearah Kota
Solo (dari arah barat) namun jalur kearah timur tetap dibuka. Penjagaan
aparat juga disiagakan disebelah utara UMS, dekat pondok Assalam;
sebelah timur “Alfa”; depan Rumah Sakit Islam Surakarta dan sebelah
barat GOR Pabelan. Maka boleh dikatakan penjagaan-penjagaan tersebut
memang mengepung massa aksi di kampus UMS. Karena massa mahasiswa dari
ATMI dan massa rakyat sekitar kampus (terutama dari Desa Gonilan) tidak
bisa masuk ke lokasi aksi (dengan sangat terpaksa mereka mencari “jalan
tikus” meski harus menerabas sawah-sawah untuk sampai kesana). Bahkan
mobil ambulance untuk membantu tim medis dari UMS tidak diperbolehkan
masuk meski sudah dinegosiasikan oleh perangkat aksi kepada aparat.
Pukul 10.00
Aksi keprihatinan dimulai. Selama 45 menit aksi diisi dengan orasi-orasi
oleh mahasiswa dan dosen dan diselingi juga dengan pestas teater.
Karena semakin lama massa semakin padat dan mendesak-desak untuk turun
jalan, perangkat aksi (dibantu dosen-dosen) mencoba untuk melakukan
negosiasi dengan aparat (Kapolres dan Dandim) supaya diijinkan maju
hingga separuh jalan A. Yani. Negosiasi gagal dan massa aksi tidak bisa
turun jalan.
Pukul 11.00
Perangkat aksi mengajak massa untuk Sholat Ghaib. Setelah itu
diteruskan dengan orasi-orasi lagi sehingga massa semakin panas akibat
negosiasi tidak membuahkan hasil dan mereka mulai mengamuk dengan
menghujani aparat dengan batu-batu. Amuk massa itu coba diredakan dengan
tembakan gas air mata (dengan konsentrasi bahan kuat dari gas yang
pernah dipakai pada aksi sebelumnya) oleh aparat. Namun meski massa
sudah mulai tenang kembali, aparat ternyata menyemprotkan air dari
panser water cannon kearah massa aksi. Massa semakin beringas dan
merespon tindakan aparat itu dengan hujan batu. Kali ini aparat
menyambut amukan massa itu dengan tembakan peluru karet, ketapel, dan
gas air mata sehingga korban mulai bergelempangan.
Pukul 12.00
Massa aksi diajak lagi untuk sholat dhuhur. Namun aparat malah
menembakkan gas air mata ke massa aksi. Ini membangkitkan lagi amuk
massa dengan mulai membakar kotak-kotak telepon umum. Kembali aparat
menembaki dengan peluru karet, sehingga membubarkan massa aksi dan
membuahkan korban-korban lagi. Dengan seng sebagai tameng, sebagian
massa aksi bergerak maju menyerang aparat keamanan dengan batu sedang
yang lain mundur menyerang aparat di bagian belakang (dekat pondok
Assala, utara UMS). Melihat itu semua, tim medis (PMI dan KSR) mulai
bergerak untuk mengevakuasi para korban dan melarikan mereka ke Rumah
Sakit Islam.
Pukul 12.30
Massa di luar aksi (Barat dan Timur) terbakar juga secara emosional
lantaran menyaksikan kebiadaban di depan mata mereka. Namun aparat lebih
dulu menghalau mereka agar pergi dari sana, sehingga mereka pun
bergerak: massa di sisi barat kearah Kartosuro dan di sisi timur ke arah
Kota Solo. Sementara itu, di lokasi aksi perang antara massa aksi dan
aparat terus berlangsung sampai pukul 16.00 [Budi (mahasiswa UMS)
mencoba negosiasi dengan aparat, namun tiba-tiba dari arah mahasiswa ada
lemparan batu ke arah aparat sehingga ia ditarik, ditembak, dan dipukul
oleh aparat].
Pukul 12.45
Massa diluar lokasi aksi mulai melakukan perusakan dan pembakaran.
Mereka juga memblokade jalan-jalan dengan membakar ban-ban dan
barang-barang di toko terdekat.
Pukul 13.00
Massa semakin bergerak masuk ke pusat kota sembari melakukan aksi-aksi
anarkis. Dari barat tiba-tiba muncul kembali ribuan massa dan di depan
Makorem sempat ditahan oleh aparat di bawah jembatan penyeberangan
Kerten. Tak lama kemudian mereka bergerak lagi ke arah timur (Kota Solo)
dan utara (Perumahan Jajar). Sementara di kampus UNS, keluarga
mahasiswa membentuk aksi dalam bentuk sholat Ghaib untuk menghormati
para pahlawan reformasi akibat tewas ditembak apara dalam Tragedi
Berdarah Trisakti 12 Mei 1998.
Pukul 14.00
Kerumunan massa di tepi-tepi jalan mulai turun jalan dan bergabung juga
dengan barisan massa dari barat. Lantaran toko-toko di sepanjang Jalan
Slamet Riyadi sudah rusak, massa mulai melakukan penjarahan dan
pembakaran sehingga merembet dengan cepat di Kota Solo.
Pukul 15.00
Gerakan massa ke arah kartosuro pun mulai melakukan perusakan dan
pembakaran terhadap toko-toko, bank, dealer mobil dan sepeda motor,
bangunan mewah, pos polisi dll.
Pukul 16.00
Massa di Solo baru (sukoharjo) juga bergerak serupa dengan target
sasaran terutama gedung bioskop Atrium, dealer mobil dan sepeda motor
dan tak luput rumah pribadi ketua MPR/DPR RI H. Harmoko.
Pukul 17.00
Api huru-hara terus menjalar serentak di sudut kota dan tak mampu
dicegah oleh siapa pun termasuk aparat keamanan. Menurut seorang saksi
mata, target huru-hara diseluruh penjuru kota adalah Anti China dan
Aparat. Sementara aksi di UMS dibubarkan dan massa aksi ditarik semua ke
arah kampus.
Pukul 20.00
Radio memberitakan pemberlakuan jam malam di Kota Solo mulai pukul 22.00.
Sumber: Kesaksian Dari Para Saksi Mata dan Korban, 14-16 Mei 1998
- B. 15 Mei 1998
Huru-hara di Kota Solo ini semakin meluas ke setiap sudut kota (bahkan
ke kota-kota terdekat) dengan modus utama pembakaran dan penjarahan.
Pukul 04.00
Massa membakar dan menjarah Pusat Perbelanjaan Matahari Beteng. Bahkan
mereka mulai memasuki kampung-kampung untuk mencari rumah dan toko milik
warga etnis China. Ini membuat warga kampung di seluruh kota harus
siaga satu dengan membuat berikade-berikade di setiap mulut jalan masuk
ke kampung masing-masing.
Pukul 09.00
Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat (SMPR) di UNS menggelar aksi
keprihatinan untuk memperingati arwah 6 mahasiswa Trisakti (Jakarta)
akibat ditembak aparat. Di tempat lain, konvoi 30 kendaraan bermotor
melintas di depan PT Lokananta menuju Jalan Slamet Riyadi dan berbelok
ke arah barat.
Pukul 11.00
SMPR dengan ribuan massa turun jalan dan minta bertemu dengan WaliKota
Solo. Setelah diterima dan dialog, massa mahasiswa pulang ke UNS tanpa
membuat kerusuhan.
Pukul 13.00
Huru-hara semakin menjalar kemana-mana sehingga mengganggu ketentraman
dan keseimbangan hidup sehari-hari di kota ini. Sementara sejumlah
pelajar melakukan aksi jalan kaki dengan sejumlah rute Jalan Slamet
Riyadi (dihadang aparat) dan kemudia bergerak ke utara (melalui Balai
Muhammadyah) menuju Pasar Legi. Tak bisa dihindari, huru-harapun
merembet ke daerah Eks Karesidenan Surakarta seperti Delanggu, Boyolali,
dan Sukoharjo.
Pukul 16.00
Konvoi kendaraan motor muncul lagi di Jalan Yosodipuro. Mereka mengenakan ikat kepala bertuliskan People Power dan membawa bendera merah putih.
Sumber: Kesaksian Dari Para Saksi Mata dan Korban, 14-16 Mei 1998
- C. 16 Mei 1998
Aksi perusakan, pembakaran, dan penjarahan masal masih menjalar terus.
Selain itu, teror psikis juga semakin gencar ditiup ke tengah-tengah
massa rakyat, seperti isu-isu penyerangan kampung oleh orang tak
dikenal.
Pukul 09.00
Disekitar kota masyarakat terlihat lebih banyak di dalam kampung membuat
berikade penutup jalan kampung (pengamanan teritorial kampung). Massa
di pinggir jalan relatif kecil. Angkutan umum macet hanya 1-2 colt
angkutan umum kuning tetapi hanya dipakai untuk angkutan pribadi (sewa).
Antrian bensin panjang dan dijaga oleh tentara. Terdapat konsentrasi
tentara balet hijau di gapura Kleco hingga pasar Kleco sekitar 15 orang.
Lalu lintas dipadati oleh kendaraan roda dua.
Pukul 11.00
Di Jl. Sutami terlihat patroli aparat keamanan terdiri dari 6 orang
polisi URC dengan motor trail, serta 1 panser dan 1 truk tentara menuju
Palur. Di Palur tiap toko dijaga oleh tentara. Dua truk tentara di
parkir di depan apotik sebelah jembatan penteberangan.
Pukul 14.00
Kampung di sekitar kestalan, mangkunegara, kampung baru, dan widuran
serta semua lorong jalan di blokade pada ujung jalan kampung. Orang
sulit keluar masuk, penduudk yang jaga membawa tongkat pentungan.
Pukul 15.00
Di Jl. Gajah Mada, hanya ada kendaraan roda dua dan sepeda yang lalu
lalang. Dua tiga orang bergerombol ditiap mulut jalan kampung yang di
blokade pendudukk. Polisi terlihat berjaga di perempatan seta pertigaan
jalan.
Pukul 15.45
Jalan ke arah Gading di blokade oleh orang kampung sebanyak 4 sap. Baru
saja terjadi perkelahian antara warga kampung dengan gerombolan orang
(katanya mereka adalah mahasiswa dari yogya yang di datangkan dengan
truk kemudian berjalan kaki. Cirinya: sebagian bersepatu dan bertas,
muda dan nekat) yang berjalan dari arah Grogol ke jalan Veteran melalui
Gading yang ingin merusak atau menjarah. Beberapa orang nekat masuk
sehingga terjadi kejar-kejaran dan massa pejalan kaki lari ke arah
selatan, banyak penduduk yang menonton. Disana ada dua orang bersikap
aneh yang satu bercerita dengan agresif tentang kerusuhan dan satunya
diam saja mengamati dengan cermat sesekali berkomentar (bicara dengan
temannya). Sekarang disana tertutup untuk orang asing (luar kampung)
Pukul 17.00
Bangkai tokoh Ratu Luwes di Pasar Legi masih dikais orang. Jumlah mayat
terbakar yang di temukan ratu luwes ada dua versi. Versi pertama,
ditemukan 12 mayat di lantai 1 (ada 3 perempuan dan anak kecil) dan
versi kedua mengatakan jumlah yang terbakar ada 29 orang. Penjarah
berasal dari daerah berlainan yang jauh seperti mojosongo dan Palur
(dibuktikan dengan laporan orang hilang). Menurut informasi, massa
perusak adalah mahasiswa yang telah membuat kesepakatan dengan pihak
tertentu. Siapa? Tidak tahu. Uang jarahan senilai Rp.125.000.00,-
diangkut dengan karung goni, tidak dibakar tetapi kemudian direbut orang
dan diserahkan aparat.
Pukul 19.00
Perempatan Jagalan ke arah selatan (Sekarpace) diblokir penduduk tetapi
oleh aparat disuruh membuka sebab keamanan dijamin (ada 3-6 tentara).
Sebab penjarahan yang berlangsung di hari jum’at dianggap
mencampuri oleh oknum dari luar kampung. Hingga jam 19.00 WIB masih
dilakukan upaya defensif yang berlebihan disebabkan atas trauma
penjarahan dan pembakaran hari sebelumnya. Orang luar yang ingin masuk
kampung benar-benar di larang (dengan brikade penduduk yang ketat)
bahkan dengan ancaman yen ngeyel liwat, ora urip (kalau nekat lewat, tidak selamat).
Pukul 20.00
Kampung Manahan sekitar Jalan MT. Haryono, banyak sekali orang muda siap
siaga sepanjang jalan dengan membawa berbagai jenis senjata untuk
mengantisipasi serangan pemuda dari kampung Sambeng yang hendak
menggarong (merampok) rumah/toko seorang warga etnis tionghoa. Ada dua
mobil kijang polisi berjaga-jaga dan menanyai pemuda setempat.
Sumber: Kesaksian Dari Para Saksi Mata dan Korban, 14-16 Mei 1998
Berdasarkan kronologi diatas, ada sejumlah cacatan cukup menarik atas
huru-hara itu dapat disajikan disini: (1. Ketika massa aksi mahasiswa di
kampus UMS mulai mencapai temperatus cukup panas, diluar lokasi aksi
mahasiswa itu massa juga mulai bergerak dengan mulai melakukan aksi-aksi
anarkis seperti perusakan dan pembakaran, bahkan sempat memblokade
jalan, dan terus bergerak memasuki Kota Solo. Kalau momentum ini adalah
suatu kebetulan, mengapa gerakan massa diluar lokasi aksi mahasiswa itu
seolah-olah menunggu dulu sampai suhu di lokasi aksi mahasiswa dirasakan
cukup panas untuk meledakkan api huru-hara? Mengapa pula api huru-hara
itu diledakkan pada saat dan atau setelah aksi mahasiswa di UMS, bukan
di UNS dan di UNISRI, atau kampus-kampus lain? Padahal aksi-aksi
mahasiswa di kampus-kampus tersebut, terutama di UNS, tidak kalah seru
dan panas juga? (lihat: kronologi pada pukul 12.30-12.45) 2. Selama api
huru-hara berkobar-kobar di Kota Solo, aparat keamanan kelihatan tidak
begitu aktif, bahkan antisipatif, sesuai dengan fungsi dan peran mereka
sebagai penjaga ketertiban dan keamanan. Barang kali mereka benar-benar
“terlambat”. Namun dalam artian apakah alasan itu dapat diterima oleh
akal sehat? Bukankah dalam komunitas mereka dikenal istilah siaga satu,
siaga dua, atau siaga tiga? Mengapa bisa terjadi demian? (bdk. Kronologi
hari pertama, kedua, dan ketiga) 3. Setelah api huru-hara
perlahan-lahan mulai mereda, diisukan bahwa dalam huru-haru itu adalah
mahasiswa. Jika benar demikian, siapakah “mahasiswa” itu? Mengapa pada
hari kedua huru-hara masih ada aksi mahasiswa sampai turun ke jalan
untuk menemui waliKota Solo? Bahkan pada hari pertama huru-hara pun,
mengapa aksi mahasiswa di UMS baru di bubarkan sore hari, sementara api
huru-hara semakin menjalar ke pelosok-pelosok kota? (lihat: kronologi
hari pertama dan kedua) 4. Juga sering kali disiarkan bahwa huru-hara
itu adalah suatu amuk massa dengan kemasan rasialis (baca: anti cina).
Jika benar demikian, apakah warga kota ini memang benar-benar mengamuk
lantaran sudah kehilangan kesabaran melakoni kehidupan selama ini?
Apakah juga karena Solo terlanjur dikenal sebgai “kota kejutan” maka
tanpa pikir panjang kita boleh menganggap huru-hara itu spontan atau
kebetulan? Mengapa setelah api huru-hara itu padam mereka malah
anteng-anteng saja?
Tentu masih ada setumpuk catatan lagi menggantung dalam benak kita
tentang tragedi kemanusiaan di Kota Solo itu. Sementara catatan-catatan
lain dengan segala macam pernik-pernik persoalan serupa menanti juga
untuk segera dipecahkan. Maka uraian sistematis berikut ini mungkin
dapat dijadikan rujukan awal untuk menggugah kita semua agar semakin
serius menangani pembongkaran peristiwa tersebut.
Pola Perusakan , Penjarahan dan Pembakaran
Api huru-hara di Solo meletus pada saat dan atau setelah para mahasiswa
di universitas muhammadyah surakarta menggelar aksi keprihatinan pada
tanggal 4 mei 1998. Aksi ini memang adalah mata rantai dari rentetan
aksi mahasiswa dalam rangka menuntut reformasi di negeri ini. Terutama
mengapa, bertepatan dengan aksi itu, api huru-hara Solo berkecamuk
dengan serentetan tindakan perusakan, pembakaran dan penjarahan terhadap
bangunan dan barang milik pribadi. Bahkan massa rakyat pun terlibat
secara pasif atau aktif dalam huru-hara itu. Dibawah ini adalah beberapa
kategori sasaran perusakan, penjarahan dan pembakaran itu.
| No | Kategori sasaran | Jenis sasaran atau perlakuan |
| 1 | Tubuh manusia | Pembakaran, pelecehan seksual, pemukulan |
| 2 | Bangunan | Bank, toko, supermarket, pos jaga polisi lalu lintas, rumah pribadi, showroom, kios, pabrik, gedung bioskop, kantor polisi. |
| 3 | Kendaraan pribadi dan angkutan umum | Mobil, sepeda motor, sepeda, bus besar, bus kecil, truk |
| 4 | Barang | Berbagai macam isi toko dan tempat-tempat penjualan lain, barang-barang milik pribadi |
| 5 | Fasilitas publik | Rambu-rambu lalu lintas, telepon umum, trotoar, pot atau taman kota, tugu, Terminal, pasar |
| 6 | Rasa aman | Perusakan, pembakaran, penjarahan, penyerbuan, perampasan, penodongan atau pemerasan, pemaksaan, teror. |
Sumber: Kesaksian Para Korban Dan Saksi Mata
Api huru-hara itu meletus dihampir seluruh penjuru kawasan atau wilayah
kodya surakarta, dan beberapa lokal di wilayah kab. Sukoharjo, kab.
Boyolali, kab. Karang anyar, dan kab. Klaten. Kodya surakarta sendiri
mengalami kerusakan yang paling parah, karena hampir seluruh wilayahnya
dilalap api huru-hara. Karena keterbatasan tim pengumpul data, untuk
daerah-daerah di luar kodya surakarta memang kurang terekam secara
detail. Sampai saat ini usaha untuk melengkapi data masih terus
berjalan. Beberapa lokasi yang berhasil di rekam oleh tim sebagai
berikaut
| No. | Wilayah | Contoh lokasi |
| 1 | Kec. Banjarsari | Komplek Pasar Legi, Banjar Sari (Jl. Tarakan, Jl. Bali, Stabelan), Musukan, Terminal Tirto Nardi, Manahan, Jl. RM. Said, Punggawan, Pasar Pon, Sepanjang Jl. Slamet Riyadi, Sumber, Mbanyu Anyar, Jl. Gajah Madha, jalan Ronggo Warsito, Jl. MGR. Sugiopranoto, Jl. Yosodipuro, Jl. Imam bonjol, Jl. Kartini widuran , Jl. Monginsidi, ngemplak, Gilingan, Jl. Teuku umar, Jl. Ahmad Dahlan, Jl. Sudirman, Kebalen, Jl. Sultan Syahrir, Tegal harjo, Kepatihan, Kampung Baru, Keprabon, Jl. Katamso, dll. |
| 2 | Kec. Lawean | Karangasem, Jajar, Jl. Adisucipto, Jl. Jendral Ahmad yani, JalanPerintis Kemerdekaan, lawean, Sondakan, Pajang, Makam Haji, Jl. Radjiman, Puwosari, Penumping, Penularan, Sriwedari, Jl. Kebangkitan Nasional, Jl. Bayangkara, Jl. Wahidin, Jl. Saman Hudi, Kerten, Jl. Agus Salim, PurwosariPlaza, Jongke |
| 3 | Kec. Serengan | KomplekPertokoan Coyudan, Singosaren Plaza, Pasar Kembang, Jl. Gatot Subroto, Tipes, Jl. Veteran, Jl. Honggowongso, Jayengan, Komplek Pertokoan Nonongan, Jl. Yos Sudarso, KomplekPertokoan Gemblegan, Danau Kusuman, Kratonan, Jl. Moh yamin, Jl. Radjiman. |
| 4 | Kec. Pasar kliwon | Benteng Plaza, Kedung lumbu, Komplek Pertokoan Gading, Jl. Kapt. Mulyadi, KomplekPertokoan Pasar besar, Gajahan, Jl. Veteran, Jl. Kiyai Mojo, Pasar Kliwon, Jl. Brigjen Sudiarto, Jl. Pattimura, Jl. Untung Surapati. |
| 5 | Kec. Jebres | Komplek Pertokoan Sepanjang Jl. Urip Sumoharjo, Jl. Martadinata, Jl. Sutami, Jl. Suryo, Jl. Gotong Royong, Jl. Cut Nya Dien, Petoran, Jl. Tentara Pelajar, Jl. Arif Rahman Hakim, Jl. Arifin, Jl. Prof. W Z Yohanes, Gandekan, Sudiroprajan, Jembres, Purwo-diningratan, Jagalan, Pucang Sawit, dll. |
| 6 | Sukoharjo | Komplek Pertokoan dan Perumahan Solo Baru, Grogol, Kartosuro, Makam haji |
| 7 | Klaten | Delanggu |
| 8 | Boyolali | Pasar Boyolali |
| 9 | Sragen | Masaran |
| 10 | Karang anyar | Palur, Jaten, Colomadu, Tasik Madu |
Sumber: Kesaksian Para Korban Dan Saksi Mata
Beberapa contoh kategori dan wilayah teror, perusakan dan pembakaran
diSolo dan sekitarnya perlu dibuat eksplisit. Selain soal pelaku,
masalah terpenting dari berbagai peristiwa teror, perusakan, penjarahan
dan pembakaran yang menggejala dari 14-16 mei 1998 ialah pertanyaan
berikut: tanda dan cara apa saja yang dipakai? Beberapa pola awal mulai
terlihat. Pola-pola yang di sajikan berikut ini didasarkan pada: (1)
kesaksian banyak korban yang mengalami tindakan teror, kerusuhan,
perusakan dan kekerasan, (2) kesaksian banyak saksi mata tentang awal,
tengah, dan akhir peristiwa teror, perusakan, penjarahan, pembakaran,
dan tindak kekerasan lain di lokasi kejadian. Demi alasan kerahasiaan
dan keamanan para korban dan saksi mata, dokumentasi ini tidak
menyertakan identitas mereka. Anonimitas korban dan saksi mata itu dapat
dipertanggung-jawabkan dengan pasal perlindungan dan kode etik di
bidang apapun.
Pola Huru-Hara dan Perusakan
Pola-pola yang disajikan dibwah ini berdasarkan pada kesaksian banyak
korban, saksi mata, dan investigasi tim. Pola huru-hara dan perusakan
dapat disajikan sebagai berikut:
- Langkah awal di lakukan sehari atau beberapa hari menjelang huru-hara, dengan kegiatan persiapan seperti pembuatan bom molotov (beberapa diantaranya menggunakan bahan karbit) oleh beberapa kelompok (pemuda) tertentu (ada beberapa berstatus mahasiswa), pengorganisasian massa (penyebaran isu) lewat kontak person langsung, telepon, simpul massa. Beberapa kali tes uji coba atas kegiatan persiapan ini dilakukan pada waktu demonstrasi mahasiswa dikampus-kampus tertentu, seperti UNS dan UMS. Juga pada 13 mei 1998 kegiatan persiapan mengenai huru-hara diSolo memang sudah merebak di tengah-tengah warga kota ini. Antara lain, suvai sejumlah pemuda di daerah-daerah tertentu untuk mendata warga non pri dan pri, peredaran surat-surat kaleng dengan nada pemerasan dan ancaman, info huru-hara dari aparat keamanan dan pengiriman sekelompok pemuda berbadan tegap di daerah-daerah strategis.
- Langkah pengkondisian massa untuk berkumpul di lokasi di lakukan oleh sekelompok orang (beberapa menggunakan baju hitam) dengan menggunakan pembakaran ban bekas dan barang-barang lain yang mudah terbakar, dengan di sertai ajakan-ajakan disekitar jalan masuk mendungan (sebelah timur kampus Universitas Muhammadyah Surakarta dan sekitar gapura kleco (gerbang masuk kota). Asap tebal merupakan tanda berkumpul di sepanjang jalan (Jl. Slamet Riyadi-khususnya di sekitar kampung baru, kauman, nonongan dan pasar pon atau di tengah kota) dan dimulainya aksi kerusuhan. Proses berkumpulnya massa di sepanjang jalan tersebut sangat cepat, ± ½ jam sejak pembakaran ban, massa sudah berkumpul di beberapa lokasi strategis dan sempat memacetkan lalu-lintas.
- Apanya sekelompok orang yang berperan sebagai pengarah-pemimpin dan pengajak (dengan paksa disertai intimidasi) perusakan dan pembakaran. Kelompok ini anti terhadap penjarahan. Kalau ada massa yang menjarah akan mereka rampas dan di bakar. Dan bahkan mereka tidak segan segan memukul para penjarah. Diberis terdepan ada beberapa orang yang berperan sebagai penunjuk lokasi-lokasi yang boleh di rusak atau harus di bakar. Orang-orang ini sangat menguasai medan meskipin bukan warga setempat. Di tengah-tengah keruumunan massa perusak ada sekelompok orang yang membawa beberapa tong sampah yang isinya bom molotov. Kelompok inilah yang melakukan pembakaran, dengan sangat agresif dan cekatan. Sebagian dari mereka membawa gunting baja dan palu besi pendobrak.
- Kelompok orang yang mengajak perusakan dan pembakaran berbaur dengan massa sembari meneriakkan yel-yel, sebagai berikut: “anti cina”, “gantung soeharto”, “hidup rakyat”, “hidup mahasiswa”. Pada beberapa lokasi kelompok ini ada juga yang berada di baris terdepan yang berperan lebih sebagai penunjuk dan pemicu. Bebeara di antaranya membawa bendera merah-putih dan bendera partai politik tertentu.
- Ciri-ciri umum yang dapat di identifikasikan dari kelompok profokator ini adalah sebagai berikut:
- Kelompok pemuda berbadan tegap yang berdandan ala mahasiswa
(rambut gondrong dengan membawa tas punggung), tetapi melihat usianya
tampak terlalu tua untuk ukuran mahasiswa pada umumnya.
- Kelompok pemuda yang mengenakan seragam SMU, tapi bertampang liar dan sangar
- Kelompok pemuda yang penampilannya tampak liar dengan tatto dan berwajah sangar.
- Orang-orang ini menggunakan ikat kepala berwarna hitam.
Sebagian dari mereka mengenakan tutp muka (syal) berwarna hitam.
Secara umum dapat dibedakan antara massa perusak dan pembakar dengan
massa penjarah. Massa (kelompok orang) perusak dan pembakar tidak
melakukan penjarahan, bahkan mereka merampas barang-barang yang di jarah
untuk kemudian dibakar. Mereka tidak segan-segan main pukul kepada para
penjarah. Ketika mereka membakar gedung, tidak peduli apakah di dalam
masih ada orang atau tidak. Kasus pembakaran toserba Ratu Luwes
memperlihatkan brutalisme mereka yang membakar gedung ketika di dalam
gedung masih banyak orang yang tidak tahu kalau gedung akan dibakar.
Sedangkan massa penjarah sebagian besar memang adalah warga masyarakat
sekita yang mencoba memanfaatkan “belanja diskon 100 %” ditengah
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tidak dapat di pungkiri bahwa
sebagian dari mereka ternyata adalah warga masyarakat dari luar kota
yang sudah siap dengan berbagai peralatan dan perlengkapan belanja
(transportasi dan tas).
Di beberapa lokasi, ditemukan adanya peran ‘komandan’. Sang komandan ini
memberi aba-aba dan mengatur gerak massa. Peran komandan ini ditemukan
dalam peristiwa perusakan, penjarahan dan pembakaran berantai di wilayah
yang berdekatan.
Tidak semua tindakan perusakan, penjarahan dan pembakaran dimulai oleh
kelompok pengajak dengan semua ciri di atas. Dalam hal kelompok
pengajak, tiap-tiap lokasi kejadian mempunyai ciri khasnya
masing-masing. Dibawah ini adalah beberapa contoh loksi kejadian dan
ciri khas kelompok pengajak atau pemimpin dan proses tindak perusakan,
penjarahan dan pembakaran:
| No. | Peristiwa | Lokasi kejadian | Ciri pelaku/ pengajak/ pemimpin dan proses |
| 1 | Survei pendataan warga etnis tionghoa | Ngemplak dan kertan | Pelaku: sejumlah pemuda dengan berpenampilan mahasiswa.Proses: mereka bertanya-tanya di warung-warung atau rumah-rumah sekitar |
| 2 | Info huru-hara | Widuran | Pelaku: aparat keamanan.Proses : seseorang di beritahu bahwa pada 14 mei 1998 orang-orang kampung baru akan membuat huru-hara di sola dan sekitarnya. |
| 3 | Pemerasan dan ancaman dengan surat kaleng | Laweyan | Pelaku: NN.Proses : seorang warga etnis tionghoa setempat mendapat surat kaleng berisi pemerasan (memberikan uang tebusan Rp. 300.000,-) dan ancaman (jika tidak beri, rumah akan di bakar atau dilaporkan pihak berwajib). |
| 4 | Pembakaran toko sepatu Bata | Coyudan | Pelaku: orang yang berciri seperti gali.Proses: mereka membakar toko tersebut dan toko-toko di sekitarnya dengan bensin yang berasal dari motor-motor yang lewat di daerah itu dan mereka meminta dengan paksa. |
| 5 | Pembakaran ban | Jl. Ahmad Yani Ngemplak | Pelaku: dua orang pemuda berambut gondrong, berlaak mahasiswa yang mengendarai sepeda motor.Proses: mereka mebakar ban di tengah jalan, di depan toko/ rumah yang menjadi target huru-hara. Pembakaran ban ini untuk mengumpulkan massa, setelah massa terkumpul kemudian merek pergi. |
| 6 | Perusakan, pembakaran dan penjarahan bangunan-bangunan milik warga etnis china | Ngemplak | Pelaku: para remaja berusia kira-kira 15-20 tahun, beberapa lelaki dewasa (7 orang dikenali sebagai mantan galih setempat) dan warga setempat.Proses: aksi huru-hara dimulai dengan pembakaran ban-ban dan di lanjutkan dengan perusakan, pembakaran dan penjarahan rumah atau toko disana |
| 7 | Perusakn dan pembakaran wisma lippo | Jl. Slamet Riyadi | Pelaku: massa dengan di komandani oleh seseorang yang membawa handy talky (HT).Proses: perintah profokator tersebut di tanggapi oleh massa. Mereka mulai merusak dan membakar gedung. |
| 8 | Perusakan sun motor | Jl. Slamet Riyadi | Pelaku: massa seumlah kurang lebih seratus orang, diantaranya 5 orang pelajar SMU, seorang lelaki gemuk, tinggi besar, berbaju hijau, wajah bulat khas jawa.Proses: seorang lelaki berdiir di depan sun motor menghadap utara dan memegang batu sebesar dua kepalang tangan. Saat massa hampir mendekati sunn motor, orang tersebut langsung melempar batu ke sun motor, kemudia ada lima orang pelajar SMU masuk dan merusak pintu pagar |
| 9 | Perusakan, pembakaran dan penjarahan, BCA, BHS, UD Sinar Baru, Sin-Sin, Super Ekonomi, dan sekitarnya | Jl. Slamet Riyadi purwosari | Pelaku: kurang lebih 200 orang, mereka di komando oleh seseorang yang begitu dipatuhi perintahnya. Proses: perusakan BHS dan UD Sinar Baru dilakukan dengan menabrakan satu mobil yang diambil lari Solo indonesia motor (SIM) dan di jarah oleh massa lalu dibakar. Super ekonomi (SE) dirusak dan dijarah massa lalu dibakar. SIM dibongkar paksa, 4 suzuki mini bus dikeluarkan dan di gulingkan ke jalan lalu di bakar |
| 10 | Perusakan dan pembakaran bangunan milik warga di purwosari | Jl. Slamet Riyadi purwosari | Pelaku: massaProses: konvoi sepeda motor berteriak-teriak menghujat soeharto, mereka merusak dan menjarah. |
| 11 | Perusakan, penjarahan dan pembakaran empat belas rumah dan toko warga etnis tionghoa | Jl. DR Radjimanlaweyan | Pelaku: rombongan bertutup muka, membawa bendera sambil berteriak-teriak mendukung reformasi.Proses: rombongan tersebut membakar ban-ban bekas lalu membakar dan menjarah ruko di pertigaan jongke |
| 12 | Perusakan, pembakaran dan penjarahan toko roti ganep | Jl. Sultan Syahrir widuran | Pelaku: para remaja ABG bersepeda motor dan bukan warga setempat.Proses: para remaja tersebut melempari toko lalu pergi setelah mendengar ada suara kendaraan yang datang dari arah timur, mereka ini sebelumnya membobol toko. Lau rombongan yang datang dari arah timur tadi, membakar toko lalu pergi. Baru kemudian massa berdatangan menjarah |
| 13 | Arak-arakan massa dan pembakaran ban bekas di kerten | Pertigaan Jl. Slamet Riyadi dan Jl.Sam Ratu Langi | Pelaku: massa yang datang dari arah barat dengan bersepeda motor.Proses: massa menyusuri jalan slamet riyadi, beberapa dari mereka membeli bensin dan merampas ban bekas dan kemudian membakarnya ditengah jalan. Kemudia melempari toko atau bangunan milik etnis china, mencabuti tiang-tiang bendera dan lampu-lampu sepanjang jalan |
| 14 | Perusakan dan pembakaran restoran Diamond | Jl. Slamet Riyadi | Pelaku: rombongan bersepeda motor, kira-kira sepuluh sepeda motorProses: mereka seperti mahasiswa, membawa bendera setengah tiang, moka di tutp kain, membawa tas ransel berisi bom molotov, sambil berteriak-teriak memhujat Soeharto dan mendukung reformasi |
| 15 | Pembakaran toko-toko di Coyudan- singosaren | Jl. Radjiman dan Jl. Gatot subroto | Pelaku: massa dengan profokator serupa di restoran diamond.Proses: para profokator melempar bom molotov lalu pergi, massa dilarang menjarah sepatu yang kemudian di bakar dijalan. |
| 16 | Pemerasan dnegan ancaman perusakan terhadap rumah atau toko milik warga etnis china di kerten | Jl. Basuki rahmat kerten | Pelaku: tujuh puluh pemuda dengan bertutup muka.Proses: para pemuda itu mendatangi rumah warga etnis tionghoa meminta uang dan di beri Rp.50.000,- sebagai uang keamanan |
| 17 | Usaha pembakaran PT. DJITOE di kerten | Jl. Adisucipto kerten | Pelaku: massa bersepeda motor bertutup kainProses: mereka datang dari arah barat dan membakar ban bekas di depan PT Djitoe mereka mencoba membakar PT Djitoe tapi berhasil digagalkan oleh karyawan dan warga setempat |
| 18 | Informasi kedatangan perusuh dan penjarar | purwosari | Pelaku: dua orang bersepeda motor yang mengaku petugas keamanan. Isi info tersebut akan ada penjarah dan perusuh dari prambanan-klaten maka warga diminta berjaga-jaga |
| 19 | Pembakaran dan pemjarahan CORNEL-VCD, toko dan rumah penduduk | Dekat masjid Sholihin, Jl. RM. Said | Pelaku: remaja abg dengan membawa senjata tajam.Proses: massa datang dari arah mangku negaran kearah CORNEL-VCD, menjarah lalu membakar |
| 20 | Pembakaran nusukan teater dan penjarahan toko-toko kelontong | Nusukkan | Pelaku: sekelompok orang bertopeng.Proses: orang-orang tersebut meneriakan yel-yek reformasi dan perintah “bakar” lalu mulailah pembakaran itu. Sementara penjarahan dilakukan oleh galih-galih setempat dan dibiarkan saja oleh aparat keamanan (bahkan mereka sempat berbagi hasil jarahan) |
| 21 | Pengedropan massa | Hotel Sheraton | Proses: siang hari ada tiga truk mengedrop orang-orang dengan ciri-ciri pakaian hitam-hitam den berambut cepak. Mereka langsung bergerak masuk ke kota. |
| 22 | Perusakan an pembakaran kendaraan bermotor | Sepanjang balai kota BNI 46 dab tugu pasar gede | Pelaku: kira-kira 30 orang terdiri dari anak-anak seusia SMP dan lelaki dewasa.Proses: massa ini di komandani oleh profokator yang mukanya coreng moreng. Perusakan dan pembakaran ini dilakukan 3 kali. Massa perusak dan pembakar ada di tengah jalan, sementara massa penonton mengikuti di tepi-tepi jalan. |
Sumber: Kesaksian Para Korban Dan Saksi Mata
Ciri Sistematis dan Kejanggalan Modus Operandi
Beberapa contoh tentang ciri kelompok pengajak/ pemimpin dan proses
huru-hara seperti terlihat diatas memberi cukup isyarat (dengan
probabilitas tinggi) bahwa tindakan perusakan, penjarahan dan pembakaran
tersebut bukanlah tindakan spontan dari massa dan warga setempat.
Dengan lebih lugas bisa dikatakan bahwa perusakan, penjarahan, dan
pembakaran dimulai dengan langkah dan cara yang sistematis dan
terorganisir. Dari cara pandang probabilitas, sangatlah sulit menerima
argumen bahwa berbagai kesamaan pola ada “awal kejadian” perusakan,
penjarahan dan pembakaran itu hanyalah disebabkan oleh faktor kebetulan.
Kalau ‘kebetulan’ menjadi alasan dari berbagai kesamaan pola diatas,
maka:
- Bagaimana “kebetulan” (coincidence) itu harus dijelaskan oleh keluasan lingkup kejadian di wilayah seluas Solo dan sekitarnya?
- Bagaimana juga “kebetulan” itu harus dijelaskan oleh kesamaan waktu (simulacrum) darii aneka peristiwa perusakan, penjarahan, dan pembakaran di Solo dan sekitarnya.
- Bagaimana “kebetulan” itu harus dijelaskan dengan kesamaan “awal peristiwa” perusakan, penjarahan dan pembakaran? (semisal: pengajak dan pemimpin perusakan yang bukan warga setempat, modus kedatangan pengajak dan pemimpin huru-hara dengan kendaraan, pembakaran ban-ban di tengah jalan sebagai tanda huru-hara dimulai)
- Bagaimana “kebetulan” itu harus dijelaskan oleh kesamaan pola janggal berikut : para pengajak dan pemimpin langsung menghilang begitu masa melakukan perusakan, penjarahan dan pembakaran, isu-isu tentang kerusuhan sebelum huru-hara terjadi, survei pada warga non pri dan pribumi oleh orang-orang muda asing di lokasi-lokasi tertentu.
Menunjuk dengan spesifik jaringan pelaku perusakan, penjarahan dan
pembakaran masih menjadi agenda mendesak berikutnya. Dan dalam suasana
ketakutan akan ancaman, penculikan dan penembakan gelap yang terjadi
belakangan ini,pembongkarang tragedi huru-hara itu snagat membutuhkan
kerjasama dari berbagai pihak.
Empat pertanyaan diatas adalah isyarat ‘kontra-kebetulan’ yang sangat
kuat. Dengan kata lain, ada satu hal yang makin pasti: Setiap usaha
menyimpulkan bahwa berbagai kesamaan pola huru-hara itu hanyalah
disebabkan oleh faktor ‘kebetulan’ harus mampu menjawab empat pertanyaan
diatas. Lebih mendesak lagi, argumen ‘faktor-kebetulan’ makin sulit
diterima ditengah berbagai keanehan dan kehanggalan modus operandi yang
dipakai, sebagaimana nampak dalam berbagai contoh dibawah ini :
Tabel 4. Kejanggalan Modus Operandi Huru-Hara Solo 14-16 mei 1998
| Peristiwa | lokasi | waktu | Kejanggalan modus operandi |
| Perusakan pertokoan dan perkantoran. | Sekitar pasar pon-Gladak | 14 MeiPk. 15.00 | Massa berkumpul dan memenuhi jalan setelah melihat asap hitam tebal. Lalu ada sekelompok orang yang mengajak dan menggerakkan mereka untuk merusak. |
| Perusakan dan pembakaran komplek pertokoan dan bank. | Jl. Coyudan dan Singosaren Plaza | 14 MeiPk. 15.00 | Massa datang dari aarah timur, dan dipimpin oleh tiga orang berpenampilan rapi, seorang diantaranya adalah perempuan, yang berperan sebagai penunjuk tempat. Mereka sangat provokatif dan mengajak siapa saja yang mereka jumpai di sepanjang jalan. Mereka diikuti oleh massa perusak, yang di tengah mereka terdapat sekelompok orang ber-penampilan ala mahasiswa yang membawa tong sampah yang berisi bom molotov dan jerigen bensin. Mereka sangat selektif dalam melakukan pembakaran dan perusakan. Totok diantaranya rumah-rumah penduduk hanya dirusak. |
| Pembakaran wisma lippo. | Jl. Slamet Riyadi | 14 MeiPk. 15.00 | Massa bergerak ke arah timur dengan dipimpin oleh beberapa orang berbadan tegap, gondrong dan sangar dengan memakai ikat kelapa berwarna hitam. Meskipun sudah dijaga aparat keamanan dan karyawan, kelompok pembakar ini memasksa masuk setelah sebelumnya kaca-kaca gedung dihancurkan dengan lemparan-lemparang batu oleh massa. Tim pembakar ini bergerak sangat cepat dan cekatan. Beberapa orang dari mereka sibuk menghentikan sepeda motor yang lewat dan dengan paksa meminta bensin. |
| Pembakaran Toserba Sami Luwes | Ngapeman | Massa membakar dan merusak setelah gagal merusak dan membakar hotel novotel. Mere tidak jadi merusak karena segenap staf dan karyawan hotel keluar membagikan uang, makana, dan minuman. Mereka juga berusaha menjelaskan dan meyakinkan kepada massa bahwa pemilik hotel adalah Setiawan Djodi. Dengan dipimpin oleh beberapa orang yang mengenakan tutp muka (syal) hitam dan ikat kepala hitam, massa menyebrang jalan dan membakar Toserba Sami Luwes dengan melemparkan bom molotov dan membakar keset yang kemudian dilemparkan ke lantai dua. Sebagian massa menjarah beberapa toko kelontong tepat di depan hotel novotel, beberapa dari mereka yang dipergoki menjarah dipukul oleh beberapa orang yang kemudian membakar pertokoan beserta isinya. Kemudian muncul beberapa orang yang berusaha memprovokasi untuk mengarahkan massa menuju Klitan (rumah mantan Presiden Soeharto), namun oleh beberapa orang pemimpin mereka massa digerakkan kearah pasar legi. | |
| Perusakan, penjarahan, dan pembakaran bangunan-bangunan milik warga etnis china | Jl. Ahmad Yani, Ngemplak | 14 MeiPk. 16.00 | Massa berkumpul setelah dua orang pemuda berambut gondrong yang berpenampilan layaknya mahasiswa (bersepatu, menyandang tas ransel, rambut gondrong) dengan mengendarai sepeda motor, membakar ban-ban di tengah jalan dan di depan bangunan yang menjadi target huru-hara. Aksi huru-hara dimulai dengan sasaran pertama rumah seorang warga etnis china. Kemudia terus bergerak dengan merusak dan menjarah tokoh besi nusantar, toko roti aneka, dan toko sepatu natalia. |
| Perusakan Sun Motor | Sepanjang Jl. Slamet riyadi-purwosari | 14 meiPk. 13.30-14.00 | Informasi tentang huru-hara mulai terdengar oleh karyawan sun motor. Salah seorang karyawan melihat seorang lelaki tidak dikenal (ciri-ciri: gemuk, tinggi-besar, berbaju hijau, wajah bulat khas jawa, rambut potongan biasa) didepan sun motor menghadap ke utar sambil membawa batu sebesar dua kepalan tangan orang. Saat massa (lk. 100 orang) hampir mendekati sun motor, orang itu langsung melempar baru ke sun motor. Massa pun mengikuti aksi itu (sekitar ½ jam batu-batu sebesar kepalan tangan menghujani sun motor dan kalau dikumpulkan bisa mencapai satu karung goni, belum ditambah batu-batu ukuran sedang) dan 5 orang (seumuran SMU) masuk halaman dan merusak pintu gerbang (mencabuti besi-besi pintu gerbang) dan memecahkan kaca-kaca. Setelah aksi itu dua truk aparat keamanan sempat melintas disana, namun tidak melakukan apa-apa. |
| Perusakan, pembakaran dan penjarahan BCA, BHS, UD. SINAR BARU, SIN-SIN, RM, ORIEN, Super Ekonomi, Solo Indonesia Motor (SIM) | Jl. Slamet RiyadiPurwosari | 14 MeiPk. 18.00-22.00 | Massa sekitar 200 orang dikomandoi oleh dua pemimpin. Sasaran pertama adalah Kantor Cabang Pembantu (KCP) BCA. Selain dirusak, kantor ini juga kantor ini juga dibakar. Kemudian KCP BHS juga dirusak. Setelah, UD. Sinar baru juga dirusak dengan menabrakkan sebuah mobil yang diambil dari SIM (Solo Indonesia Motor) dan dijarah oleh massa lalu dibakar. Terakhir, SE (Super Ekonomi, Supermarket) dirusak dan dijarah massa lalu di bakar. Sedangkan SIM sendiri dibakar paksa dan 4 suzuki minibus dikeluarkan dan digulingkan kejalan lalu dibakar. RM. SIN-SIN dan Orien dirusak lalu dibakar. Saat itu sejumlah aparat keamanan terlihat di SE, namun mereka hanya menonton, bahkan memberi jalan bagi para penjarah.di kantor PLN aparat keamanan juga berjaga-jaga. Karena jalan dipenuhi asap tebal, sangat sulit untuk melacak jejak para perusuh dan penjarah. |
| Perusakan, pembakara, dn penjarahan 14 ruko milik warga etnis tionghoa | Pertigaan JongkeLaweyan | 14 Mei 13Pk. 17.00 | Pembakaran dan penjarahan dilakukan oleh serombongan (bertutup muka, membawa bendere sambil berteriak-teriak mendukung reformasi). Diawali dengan pembakaran. Massa menonton mengiringi aksi-aksi mereka dengan tepuk tangan dan sorak-sorai. Meskipun sesekali melintas panser dan truk aparat keamanan, mereka sama sekali tidak ditindak. |
| Perusakan, pembakaran, dan penjarahan toko Roti GANEP | Jl. Sultan SyahrirWiduran | 14 MeiPk. 15.00 | Terdiri
dari 3 rombongan:- Rombongan I remaja (remaja ABG) melempari
toko lalu pergi setelh mendengar suara sepeda motor dari timur
- Romongan II (memakai seragam SMU) membobol toko dengan besi
dan tiang bendera lalu pergi setelah mendengar suara sepeda motor dari
timur
- Rombongan III (lebih tua dari sebelumnya) membakar toko
dengan alat yang dibawa lalu pergi. Setelah itu, serombongan massa
datang untuk menjarah. Sedangkan warga setempat malah membantu untuk
memadamkan api dari belakang toko.
|
| Pemerasan, teror, dan ancaman perusakan | Jl. Basuki RahmatKerten | 14 MeiPk. 12.00 | 70 pemuda dengan penutup muka mendatangi rumah salah seorang warga etnis tionghoa dan meminta uang keamanan sembari meninggalakn pesan agar pemilik ruma tenang-tenang saja karena tidak akandirusuhi (diganggu), kecuali rumah disebelah timurnya. |
| Penjarahan dan pembakaran Toserba Ratu Luwes dan beberapa bank. | Purwosari | 15 MeiPk. 15.00 | Ketika massa penjarah sejak pagi sedang asik “belanja diskon 100%”, tiba-tiba dari arah utara muncul sekitar 200-an orang berlrian dengan membawa gunting baja dan palu besi pendobrak. Merek meneriakkan yel-yel “hidup mahasiswa” sambil membubarkan massa penjarah dan mengusirnya serta merampas barang jarahan yang selanjutnya dibakar dengan gedungnya. Mereka tidak peduli bahwa didalam masih banyak massa penjarah. |
| Perusakan, pembakaran, dan penjarahan bangunan | purwosari | 15 MeiPk. 10.00-18.00 | Massa dengan dikomando oleh pemimpin serupa dengan pemimpin penjarahan dan pembakaran di Pasar Legi kembali membakar dan merusak bangunan-bangunan lain. Gerakkan mereka dari timur ke barat. |
| Pembakaran rumah | Srambatan | Massa pembakar dipimpin oleh sekelompok orang pemuda yang mengenakan tutup muka (syal) hitam dengan membawa beberapa botol berisi bensin. Beberapa dari mereka tampat setengah mabuk (bau minuman keras). Ketika sedang melakukan aksi pembakaran sekonyong-konyong muncul satu truk berisi sepasukan aparat keamanan bersenjata lengkap. Massa pembakar tidak takut, dan truk tersebut hanya berlalu begitu saja. | |
| Teror penyerbuan | Di berbagai pemukiman warga | Isu-isu tentang serangan gelap dari sekelompok orang bersepeda motor dengan tujuan menjarah dan merusak kampung-kampung yang kebetulan dihuni juga oleh warga etnis china mulai merebak di berbagai penjuru kota. Pada beberapa kasus, si kurir pembawa isu ini mengaku sebagai petugas pembawa keamanan setempat. Kasus ini muncul hampir setiap malam sampai ± hari ke-5 pasca perusuhan. Reaksi warga selama hari-hari itu adalah memperketat penjagaan dan pemblokiran hampir semua ruas jalan di dalam kota. | |
| Teror penjarahan | Di berbagai pemukiman warga dan toko warga etnis tionghoa | Warga di ancam dengan telepon atau diketok-ketok pintu rumah mereka oleh beberapa orang untuk menyediakan uang. Kalau tidak mau, rumah mereka akan dijarah dan dibakar. |
Sumber: kesaksian korban dan saksi mata
Untuk semakin melengkapi khazanah pemikiran kita atas tragedi
kemanusiaan itu, di bawah ini disajikan pula sebuah paket kecil berisi
fenomena kehidupan warga Kota Solo pasca huru-hara pertengaham Mei 1998
lalu. Yaitu tentang cerita-cerita horor pasca huru-hara. Ini cukup
penting untuk dikaji, lantaran dalam konteks kehidupan sehari-hari warga
kota sendiri cerita-cerita horor tersebut memiliki daya dan kekuatan
unik atau khas. Kendati seringkali dituduh irasional, namun tak bisa
dipungkiri cerita-cerita horor itu memainkan peran dan fungsi juga dalam
membentuk image massa rakyat kota ini tentang huru-hara tersebut. Mari
kita telusuri bersama-sama uraian dibawah ini.
Cerita Cerita Huru-Hara Pasca
Ketika seorang teman duduk menikmati hidangan disebuah warung, samar-samar ia mendengar cerita pendek demikian:
”suatu malam seorang penjual sate ditakut-takuti oleh roh-roh halus di
Toko Sepatu Bata, Coyudan. Kebetulan waktu itu si penjual sate sedang
sibuk melayani para pembeli. Kemudian datang pembeli lain sembari
berkata “Pak, minta sate yang gosong seperti kami”. Karuan saja penjual
sate itu kaget bukan kepayang sembari mengamati para pembeli itu. Namun
dalam sekejap mereka menghilang secara miserius, sehingga membuat si
penjual sate pingsan. Ia dibawa dan dirawat di rumah sakit sampai
sekarang.”
Dalam versi lain, cerita seperti itu juga sempa dikisahkan oleh seorang teman lain beriku ini:
Menjelang
matahari erbenam di ufuk barat, di Plaza Matahari Singosaren seringkali
terdengar teriakkan-teriakkan sejumlah orang mencari kaki. Bahkan suatu
kali pernah seorang supir taksi membawa seseorang dari pusat
perbelanjaan itu, di tengah-tengah perjalanan ia merasa kehilangan
penumpang.
Cerita diatas memang sungguh-sungguh merasuk dalam hari-hari sesaat
setelah api huru-hara meluluhlantakkan Kota Solo. Apalagi ketika senja
mulai merambah pelan-pelan di cakrawala, cerita-cerita itu mau tidak mau
memudarkan pesona kota ini di kala malam. Dengan baik sekali sebuah
majalah alternatif terkemukan di negeri ini mendokumentasikan kemuaraman
kota ini dalam suatu laporan berjudul: Tak ada lagi, “Solo Di Waktu
Malam”. Berikut petikan laporan itu :
…TRAUMA
kerusuhan Mei masih menggantung di Solo, jawa tengah. Gambaran Kota
Solo di waktu malam seperti syair keroncong lama-ramai, damai, dan
romantis-tak lagi ditemukan. Solo di waktu malam, dua bulan setelah
kerusuhan lewat, masih seperti kota mati, seperti di hari-hari dekat
setelah kerusuhan. “Jam delapan malam di Jalanslamet riyadi sudah jarang
yang lewat, paling-paling sebiji sepeda motor, kemudian sepi,” kata
seorang karyawanan sebuah perusahaan pers yang pekan lalu pulang ke
kampungnya di Solo… (Tempo Interaktif, Edisi 20-03, 18 juli 1998).
Boleh jadi cerita-cerita horor itu sekedar dipandang sebagai isapan
jempol semata. Atau, sering kali dikatakan bahwa itu adalah ulah
orang-orang iseng saja.akan tetapi, tidak bisa diabaikan bahwa (adat)
kebiasaan orang-orang jawa (Tengah), terutama Solo, memang begitu
“akrab” dengan alam (mistis) seperti ini. Dalam suatau reportase dengan
judul “Huru-Hara Solo Semarang”, dibahas juga masalah ini sebagai sebuah
tinjauan mistis. Dilaporkan oleh P. Bambang Siswoyo, si penulis
reportase itu, bahwa kerusuhan rasial pada 19 november 1980 itu
“didalangi” juga oleh Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul. “Sasmita” (isyarat)
itu datang pada diri seorang buruh wanita dari PT Batik Keris, kelurahan
Cemani, kecamatan Grogol, kabupaten Sukoharjo. Laporan ini diperkuat
pula oleh perkataan seorang ahli ilmu gaib (sekarang populer sebagai
“paragnost”: seorang manusia yang mempunyai kemampuan di luar kemampuan
manusia) bahwa berkaitan dengan huru-hara tersebut bila ditinjau dari
alam gaib disebabkan karena Kanjeng Ratu Kidul (Nyi Roro Kidul)
mengerahkan anak buahnya. Ini dilakukan atas permintaan dari salah
seorang Sinuwun Sala (menurut dongeng, setiap sinuwun sala adalah juga
suami dari Nyai Roro Kidul) yang sudah wafat dan menaruh dendam pada
orang-orang china, entah apa sebabnya.
Agak tak masuk akal, memang. Tetapi demikan-demikianlah image “cerita”
dan “ruomongso” telah menjadi darah dan daging dalam kehidupan
masyarakat jawa. Karena memang sejak kecil pandangan dan cara hidup itu
diasah dan dilatih sebagai suatu “bekal hidup” dalm hidup sehari-hari.
Ini merujuk pada sebuah pepatah-petitih dalam aksara jawa berikut ini:
“jawa iku yen dipangku dadi mati”. Dengan kata lain, orang jawa itu akan
luuluh hatinya dengan “dislodohi” (ditinggikan). Namun bila
tersinggung, terutama berkaitan dengan hara diri, derajat, pangkat atau
semat mereka, maka akan sangat mudah menimbulkan amarahnya.
Bertolak dari itu, cerita-cerita horor pasca huru-hara tersebut tentu
menjadi efektif dan operatif untuk menggugah rasa ikhlas dalam segumpal
kehidupan Wong Solo. Kata
kunci untuk memahami rasa itu terletak pada: bahwa seseorang (Jawa)
tidak boleh dipengaruhi terus-menerus oleh ingatan akan (penderitaan)
masa lalu. Dengan kata lain, pengalaman-pengalaman pahit dalam kehidupan
itu cukup disimpan saja sebagai unggah ungguh untuk menjaga dan
memelihara keharmonisan hidup bersama. Implikasi konkret atas hal
tersebut dana dijumpai dalam tata cara ritual pemakaman (adat)
Kebiassan jawa, seperti upacara brobosan dan selamatan. Selain itu,
alat-alat pelengkap upacara pemakanaman, antara lain foto-foto dan
kemenyan, juga memiliki fungsi dan peran serupa sebagaimana dilukiskan
diatas.
Maka pesan utama dalam cerita-cerita horor tentu bukan semata-mata
adalah urusan dengan roh, arwah atau jin dari para korban huru-hara
lalu.melainkan, dengan aneka macam kepentingan hirarkis dalam kehidupan
masyarakat jawa. Terutama berkaitan dengan dunia kematian,
kepentingan-kepentingan itu memperoleh bentuk konkret dalam
imajinasi-imajinasi kultural, ketimbang biologis, seperti telah
diuraikan diatas. Tak heran bila cerita horor itu dapat merasuk dalam
akal dan pikiran warga Kota Solo ketimbang data dan fakta mengenai nasip
para korban itu sendiri (lihat: tabel klasifikasi korban). Sebab cukup
dengan mengatakan: “apa yang datang darri Allah akan kembali kepada
Allah”, semua penderitaan masa lalu akan sirna tanpa harus menimbulkan
goncangan hebat dalam kehidupan sehari-hari.
Tabel. Klasifikasi Korban
| TGL | Meninggal | Luka | Hilang | |
| Bakar | Lain-lain | |||
| 14/5 | 24 | 3 | 12 | 3 |
| 15/5 | 3 | - | - | - |
| Jumlah | 27 | 3 | 12 | 3 |
Sumber:
Dokumentasi tim relawan untuk kemanusiaan komalik wimas. Data ini
diperoleh dari berbagai sumber seperti kesaksian korban maupun media.
Data tentang korban ini masih dikumpulkan.
Semua itu seringkali dipandang sebagai fenomena “alami”. Gambaran dunia
akhirat dalam kebudayaan jawa berikut ini mungkin lebih bisa menjelaskan
hal itu: “suasana hati orang jawa terhadap kematian bukanlah suatu duka
cita histeria, isak tangis tanpa kendali, ataupun tetesan air mata
kepedihan belaka. Tetapi, justru adalah suatu ketenangan, biasa-biasa
saja, bahkan begitu langut. Tetes air mata tidak dilihat sebagai suatu
oengakuan atas kebesaran hati; justru usaha untuk selekas mungkin keluar
dari lingkaran duka adalah jalan paling arif dan bijak… upacara ritual
pemakaman dan doa-doa selama kurun waktu tertentu semata-mata adalah
untuk menumbuhkan rasa ikhlas, tulus hati, tegar dan tabah.”
Namun toh tetap tak bisa dikatakan sebagai “hukum alam”. Karena campur
tangan kepentingan-kepentingan hirarkis juga ambil bagian disana. Oleh
sebab itu, cerita horor tersebut memang mata rantai dari fenomena
“alami” tersebut dengan fungsi dan peran untuk memahat dan menerjemahkan
penderitaan para korban huru-hara dalam (budi) bahasa lisan dan
tulisan:ikhlas. Akankah (adat) kebiasaan historis yang terus menerus berulang ini bisa diputus?
Catatan-Catatan Penutup
Berdasarkan data dan fakta diatas, huru-hara diKota Solo pada
pertengahan mei 1998 ini memang memuat indikasi-indikasi cukup kuat
untuk tidak diklaim sebagai suatu kebetulan (coincidence) belaka. Bukan
karena dokumentasi awal ini sukses menginterprestasikan setumpuk data
dan fakta tentang huru-hara tersebut, melainkan karena ingatan dan
catatan akan penderitaan para korban dan saksi mata itu sendiri.
Urutan para korban dan saksi mata tersebut tidak bisa tidak adalah
wacana yang dianggap bisa mewakili kemurnian peristiwa huru-hara itu
sendiri. Karena wacana seperti itu sama-sekali belum “dirumuskan”,
“didefinisikan”, atau belum “dibakukan”. Maka apa yang mampu ditangkap
oleh mereka sesungguhnya mampu memperlihatkan gambaran wacana politik
apa yang senyatanya tengah terjadi.
Kesaksian seorang ibu yang (kebetulan) menyaksikan (suatu kejanggalan)
dala huru-hara di Kota Solo berikut ini adalah bukti konkret uraian
diatas:
“para
tukang becak yang mangkal di Jl. Slamet Riyadi mengingatkan orang orang
yang lewat menuju Jl. Slamet Riyadi agar kembali saja. Namun kemudian
datang seorang pengendara sepeda motor yag mendatangi para tukang becak
tersebut agar membiarkan orang-orang yang mau lewat jalan tersebut”
Tentu kesaksian itu tampak “biasa-biasa saja”. Tidak heroik. Tetapi,
justru bertolak dari kesaksian spontan itulah bisa dibuktikan bahwa pernyataan (politis) mengenai huru-hara pertengahan Mei lalu di Kota Solo adalah suatu “kebetulan” sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan (politis) di
lapangan. Kata anak-anak muda sekarang: “itu nggak logis” atau “itu
nggak masuk akal”. Maka, belum cukuplah semua kesaksia itu dijadikan
barang bukti (hukum) untuk membongkar apa yang ada di balik Tragedi
Kemanusiaan media Mei 1998 lalu?
September, 1998
Tim Relawan Komalik Wimas
sumber : http://situsmei98.wordpress.com




0 komentar