Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Peringatan
Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Raja Irbil (wilayah Irak sekarang),
bernama Muzhaffaruddin Al-Kaukabri, pada awal abad ke 7 Hijriyah. Ibn Katsir
dalam kitab Tarikh berkata: Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan Maulid Nabi
pada bulan Rabi'ul Awal. Beliau merayakannya secara besar-besaran. Beliau
adalah seorang yang berani, pahlawan, alim dan seorang yang adil – semoga Allah merahmatinya.
Dijelaskan
oleh Sibth (cucu) Ibn Al-Jauzi bahwa dalam peringatan tersebut, Sultan
Al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh ulama dari berbagai
disiplin ilmu, baik ulama dalam bidang ilmu Fiqh, ulama Hadits, ulama dalam bidang ilmu kalam,
ulama usul, para ahli tasawuf, dan lainnya. Sejak tiga hari, sebelum hari pelaksanaan
Maulid Nabi, beliau telah melakukan berbagai persiapan. Ribuan kambing dan unta
disembelih untuk hidangan para hadirin yang akan hadir dalam perayaan Maulid
Nabi tersebut. Segenap para ulama saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang
dilakukan oleh Sultan Al-Muzhaffar tersebut. Mereka semua berpandangan dan
menganggap baik perayaan Maulid Nabi yang digelar untuk pertama kalinya itu. Ibn
Khallikan dalam kitab Wafayat Al-A`yan menceritakan bahwa Al-Imam Al-Hafizh Ibn
Dihyah datang dari Maroko menuju Syam dan seterusnya ke Irak. Ketika melintasi daerah Irbil pada
tahun 604 Hijriah, beliau mendapati Sultan Al-Muzhaffar, raja Irbil tersebut
sangat besar perhatiannya terhadap perayaan Maulid Nabi. Oleh karena itu,
Al-Hafzih Ibn Dihyah kemudian menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang
diberi judul “Al-Tanwir Fi Maulid Al-Basyir An-Nadzir”. Karya ini kemudian
beliau hadiahkan kepada Sultan Al-Muzhaffar.
Para
ulama, semenjak zaman Sultan Al-Muzhaffar dan zaman selepasnya hingga sampai
sekarang ini menganggap bahwa perayaan Maulid Nabi adalah sesuatu yang baik.
Para ulama terkemuka dan Huffazh Al-Hadits telah menyatakan demikian. Di antara
mereka seperti Al-Hafizh Ibn Dihyah (abad 7 H), Al-Hafizh Al-Iraqi (w. 806 H),
Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqalani (w. 852 H), Al-Hafizh As-Suyuthi (w. 911 H),
Al-Hafizh Al-Sakhawi (w. 902 H), SyeIkh Ibn Hajar Al-Haitami (w. 974 H),
Al-Imam Al-Nawawi (w. 676 H), Al-Imam Al-Izz ibn Abd Al-Salam (w. 660 H),
mantan mufti Mesir
yaitu Syeikh Muhammad Bakhit Al-Muthi’i (w. 1354 H), mantan Mufti Beirut Lubnan
yaitu Syeikh Mushthafa Naja (w. 1351 H), dan terdapat banyak lagi para ulama
besar yang lainnya. Bahkan Al-Imam Al-Suyuthi menulis karya khusus tentang
Maulid yang berjudul “Husn Al-Maqsid Fi Amal Al-Maulid”. Karena itu perayaan
Maulid Nabi, yang biasa dirayakan pada bulan Rabiul Awal
menjadi tradisi umat Islam di seluruh dunia, dari masa ke masa dan dalam setiap
generasi ke generasi.
Para
ahli sejarah, seperti Ibn Khallikan, Sibth Ibn Al-Jauzi, Ibn Kathir, Al-Hafizh
Al-Sakhawi, Al-Hafizh Al-Suyuthi dan lainnya telah sepakat menyatakan bahwa
orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan
Al-Muzhaffar, bukan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi. Orang yang mengatakan bahwa
Sultan Salahuddin Al-Ayyubi yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi telah
membuat “fitnah yang jahat” terhadap sejarah. Perkataan mereka bahwa Sultan
Salahuddin membuat Maulid untuk tujuan membangkitkan semangat umat untuk
berjihad dalam Perang Salib, maka jika diadakan bukan untuk tujuan seperti ini berarti
telah menyimpang, adalah perkataan yang sesat.



0 komentar